Kamis, 02 Agustus 2012

         " Keajaiban Ramadhan"

Selama Ramadhan, Imam Syafi’i menghatamkan Al-Quran enam puluh kali, dua kali dalam semalam di dalam shalat. Inilah 'rahasia 40 Keajaiban Ramadhan'
Selama Ramadhan, Allah memerintahkan seluruh penghuni surga berhias. Rasulullah Saw. bersabda:”…Adapun yang keempat, sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan surga-Nya, Ia berfirman: “Bersiap-siaplah, dan hiasilah dirimu untuk para hamba-Ku, sehingga mereka bisa segera beristirahat dari kelelahan (hidup di) dunia menuju negeri-Ku dan kemulyaan-Ku…” [HR. Baihaqi]. Itulah sisi menarik keajaiban bulan Ramadhan yang tak banyak orang tahu.
1. Ramadhan jalan menuju ketaqwaan
Allah berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian puasa sebagaimana diwajibkan atas kaum sebelum kalian, agar kalian bertaqwa”. (Al Baqarah: 183).
Ayat di atas menerangkan bahwa puasa adalah sebab yang bisa mengantarkan pelakunya menuju ketaqwaan, karena puasa mampu meredam syahwat. Ini sesuai dengan salah satu penafsiran yang disebutkan Imam Al Qurthubi, yang berpatokan kepada hadits riwayat Imam Ahmad yang menyebutkan bahwa puasa adalah perisai.
2. Ramadhan bulan mujahadah
Para ulama’ salaf adalah suri tauladan bagi umat, mujahadah mereka dalam mengisi bulan Ramadhan amat perlu dicontoh. Seperti Imam Asyafi’i, dalam bulan Ramadhan beliau menghatamkan Al-Quran dua kali dalam semalam, dan ini dikerjakan di dalam shalat, sehingga dalam bulan Ramadhan beliau menghatamkan Al-Quran enam puluh kali dalam sebulan. Imam Abu Hanifah juga menghatamkan Al-Quran dua kali dalam sehari selama Ramadhan.
3. Puasa Ramadhan menumbuhkan sifat amanah
Wahbah Zuhaili dalam bukunya Al Fiqh Al Islami berpendapat bahwa puasa mengajarkan rasa amanat dan muraqabah di hadapan Allah Ta’ala, baik dengan amalan yang nampak maupun yang tersembunyi. Maka tidak ada yang mengawasi seseorang yang berpuasa agar menghindari hal-hal yang dilarang dalam berpuasa kecuali Allah Ta’ala
4. Puasa Ramadhan melatih kedisiplinan
Puasa juga melatih kedisplinan, Wahbah Zuhaili menjelaskan bahwa seorang yang berpuasa harus makan dan minum dalam waktu yang terbatas. Bahkan dalam berbuka puasapun harus disegerakan.
5. Puasa Ramadhan menumbuhkan rasa solidaritas sesama muslim
Wahbah Zuhali juga menjelaskan bahwa puasa Ramadhan menumbuhkan rasa solidaritas di antara sesama muslim. Pada bulan ini semua umat Islam, dari timur hingga barat diwajibkan untuk menjalankan puasa. Mereka berpuasa dan berbuka dalam waktu yang sama, dikarenakan mereka memiliki Rabb yang satu.
Seorang yang merasa lapar dan dahaga akhirnya juga bisa ikut merasakan kesengsaraan saudara-saudaranya yang kekurangan atau tertimpa bencana. Sehingga  tumbuh perasaan kasih sayang terhadap umat Islam yang lain.
6. Puasa Ramadhan melatih kesabaran
Bulan Ramadhan adalah bulan puasa di mana pada siang hari kita diperintahkan meninggalkan makanan yang asalnya halal, terlebih lagi yang haram. Begitu pula di saat ada seseorang mengganggu kita. Rasulullah Saw. bersabda: “Bila seseorang menghina atau mencacinya, hendaknya ia berkata 'Sesungguhnya aku sedang puasa." (HR. Bukhari)
7. Puasa Ramadhan menyehatkan
Rasulullah bersabda: ”Berpuasalah, maka kamu akan sehat” (HR. Ibnu Sunni), ada yang menyatakan bahwa hadits ini dhoif, akan tetapi ada pula yang menyatakan bahwa derajat hadits ini sampai dengan tingkat hasan (lihat, Fiqh Al Islami wa Adilatuh, hal 1619).
Tapi makna matan hadist bisa tetap diterima, karena puasa memang menyehatkan. Al Harits bin Kaldah, tabib Arab yang pernah mengabdi kepada Rasulullah Saw. juga pernah menyatakan:”Lambung adalah tempat tinggal penyakit dan sedikit makanan adalah obatnya”.
8. Lailatul Qadar adalah hadiah dari Allah untuk umat ini
Diriwayatkan oleh Imam Malik dalam Al Muwatha’, dia telah mendengar dari seorang ahlul ilmi tsiqah yang telah mengatakan: “Sesungguhnya telah diperlihatkan usia-usia umat sebelumnya kepada Rasulullah Saw., atau apa yang telah Allah kehendaki dari hal itu, dan sepertinya usia umat beliau tidak mampu menyamai amalan yang telah dicapai oleh umat-umat sebelumnya, maka Allah memberi beliau Lailatul Qadar yang lebih baik daripada seribu bulan.” (HR. Malik).
9. Ramadhan bulan ampunan
Bulan Ramadhan adalah bulan ampunan, Rasulullah Saw. bersabda: “Dan siapa yang berpuasa Ramadhan dengan didasari keimanan dan pengharapan ridha Allah, diampunkan untuknya dosa yang telah lalu.” (HR. Bukhari)

10. Siapa yang dilihat Allah, maka ia terbebas dari adzab-Nya
Dari Jabir bin Abdullah ra. Rasulullah Saw. bersabda: ”Pada bulan Ramadhan umatku dianugerahi lima perkara yang tidak diberikan kepada nabi-nabi sebelumku. Yang pertama, sesungguhnya jika Allah melihat mereka di awal malam dari bulan Ramadhan, dan barang siapa yang telah dilihat Allah maka Ia tidak akan mengadzabnya selamanya…” (HR. Baihaqi).
11. Bau mulut orang berpuasa lebih harum dari misk di hadapan Allah
Rasulullah Saw. bersabda:”…Yang kedua, sesungguhnya bau mulut mereka ketika sore hari lebih harum di hadapan Allah daripada bau misk…” (HR. Baihaqi).
12. Di Bulan Ramadhan para malaikat meminta ampunan untuk umat ini
Rasulullah Saw. bersabda:”…Adapun yang ketiga, sesungguhnya para malaikat meminta ampunan untuk mereka siang dan malam…” (HR. Baihaqi).
13. Di bulan Ramadhan sorga berbenah diri
Rasulullah Saw. bersabda:”…Adapun yang keempat, sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla memerintahkan surga-Nya, Ia berfirman: “Bersiap-siaplah, dan hiasilah dirimu untuk para hamba-Ku, sehingga mereka bisa segera beristirahat dari kelelahan (hidup di) dunia menuju negeri-Ku dan kemulyaan-Ku…” (HR. Baihaqi).
14. Di malam akhir Ramadhan Allah mengampuni umat ini
Rasulullah Saw. bersabda: ”…Adapun yang kelima, sesungguhnya jika tiba malam terakhir Ramadhan Allah memberi ampun kepada mereka semua. Lalu bertanyalah seorang lelaki dari sebuah kaum: ”Apakah itu lailatul qadar? Ia bersabda:” Bukan, apakah kau tidak mengetahui perihal orang-orang yang bekerja, jika mereka selesai melakukan pekerjaan maka imbalannya akan dipenuhi. (HR. Baihaqi)
15. Pintu sorga dibuka, pintu neraka ditutup, syaitan dibelenggu
Rasulullah Saw. Bersabda: “Jika Ramadhan tiba dibukalah pintu sorga dan ditutuplah pintu neraka serta syaitan-syaitan dibelenggu. (HR. Bukhari).
Dalam Syarah Shahih Muslim, Qadhi Iyadh menjelaskan bahwa makna hadits di atas bisa bermakna haqiqi, yaitu pintu sorga dibuka, pintu neraka ditutup serta syaitan dibelenggu secara haqiqi, sebagai tanda datangnya Ramadhan sekaligus pemulyaan terhadapnya. Tapi bisa juga bermakna majaz yang mengisyaratkan besarnya pahala dan ampunan di bulan itu, sehingga syaitan seperti terbelenggu.
16. Pahala syuhada bagi yang melakukan kewajiban dan menghidupkan Ramadhan
Datanglah seorang laki-laki kepada Nabi Saw. Dan mengatakan: ”Wahai Rasulullah, tahukah anda jika saya telah bersaksi bahwa tidak ada ilah selain Allah dan sesungguhnya anda adalah utusan Allah, aku juga telah melakukan shalat lima waktu, juga telah menunaikan zakat, serta aku telah berpuasa Ramadhan dan menghidupkannya, maka termasuk golongan siapakah saya? Rasulullah Saw. Bersabda: “Termasuk dari orang-orang yang sidiq dan syuhada’”. (HR. Ibnu Hibban dalam Shahihnya)
17. Pahala amalan bulan Ramadhan berlipat ganda
Dari Salman ra., bahwasannya Rasulullah Saw. berkhutbah di hari terakhir bulan Sya’ban: ”Wahai manusia, telah datang kepada kalian bulan agung yang penuh berkah. Bulan yang terdapat di dalamnya sebuah malam yang lebih baik dari seribu bulan, bulan yang Allah jadikan puasa di dalamnya sebagai kewajiban, dan qiyamul lail sebagai hal yang disunnahkan, barang siapa mendekatkan diri di dalamnya dengan perbuat kebajikan, maka ia seperti mengerjakan kewajiban selainnya, dan barang siapa mengerjakan kewajiban di dalamnya, maka ia seperti mengerjakan tujuh puluh kewajiban selainnya…” (HR. Ibnu Huzaimah dalam Shahihnya)
 
18. Seluruh hari dalam Ramadhan memiliki keutamaan
Rasulullah Saw. bersabda: “…Dia adalah bulan yang permulaannya adalah rahmat, pertengahannya adalah ampunan, serta paripurnanya adalah pembebasan dari neraka…” (HR. Ibnu Huzaimah dalam Shahihnya)
19. Keutamaan memberi minum orang yang berpuasa
Allah akan memberi minum kelak di akhirat Rasulullah Saw. bersabda: “Dan barang siapa memberi minuman orang yang berpuasa maka Allah akan memberinya dari telaga minuman yang tidak menghauskan hingga ia masuk ke dalam sorga”. (HR. Ibnu Huzaimah dalam Shahihnya).
20. Sebaik-baik sedekah adalah sedekah di bulan Ramadhan
Rasulullah bersabda: “Sebaik-baik sedekah yaitu sedekah di bulan Ramadhan.” (HR.Tirmidzi).
21. Doa mustajab di bulan Ramadhan
Diriwatkan dari Abu Umamah Ra, bahwa Rasulullah Saw. bersabda:”...Dan untuk setiap muslim di setiap hari dan petang (dalam bulan Ramadhan) doa yang mustajab (HR. Bazar).
Rasulullah juga bersabda:”Tiga yang tidak tertolak doanya, orang yang berpuasa hingga berbuka, imam adil, dan doa orang yang terdhalimi”. (HR. Tirmidzi)
22. Pahala umrah Ramadhan sama dengan haji
Rasulullah Saw. bersabda kepada seorang wanita Anshar:”Jika datang Ramadhan maka lakukanlah umrah, karena susungguhnya umrah dalam bulan itu setaraf dengan haji.” (HR. An Nasa’i).
23. Pahala i’tikaf di bulan Ramadhan sama dengan pahala 2 haji dan umrah
Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Husain Ra. menyatakan, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:”Barang siapa menjalankan i’tikaf selama sepuluh hari di bulan Ramadhan maka amalan itu seperti dua haji dan umrah (HR. Baihaqi)
24. Dalam Ramadhan terdapat malam yang istimewa (Lailatul Qadar)
Allah berfirman:”Lailatul Qadar lebih baik daripada seribu bulan”. (Al Qadr: 3).
Tentang ayat ini, Wahbah Zuhaili menjelaskan bahwa menghidupkan Ramadhan dan melakukan amalan di dalamnya lebih baik daripada menjalankan amalan dalam seribu bulan tanpa Ramadhan.
25. Al-Quran diturunkan pada bulan Ramadhan
Allah Ta’ala berfirman: “Bulan Ramadhan yang diturunkan di dalamnya Al-Quran, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan atas petunjuk itu, serta pemisah antara haq dan batil”. (Al Baqarah: 185)
Ibnu Katsir mengatakan bahwa Allah Ta’ala menyanjung bulan Ramadhan atas bulan-bulan yang lain, yaitu dengan memilihnya sebagai bulan dimana Al-Quran diturunkan di dalamnya.
26. Kitab-kitab suci diturunkan pada bulan Ramadhan
Rasulullah Saw. bersabda:”Shuhuf Ibrahim turun pada awal malam pertama bulan Ramadhan, dan Taurat turun pada hari ke enam bulan Ramadhan dan Injil pada hari ke tiga belas dari Ramadhan…” (HR. Ahmad).
27. Rasulullah mendapat wahyu pertama di bulan Ramadhan
Ketika Rasululah Saw. mendekati umur 40 tahun beliau selalu berpikir dan merenung serta berkeinginan kuat untuk mengasingkan diri (uzlah), akhirnya dengan mempersiapkan bekal makanan dan minuman beliau menuju gua Hira yang terdapat pada gunung Rahmah sebagai tempat beruzlah, yang berjarak dua mil dari kota Mekah. Uzlah ini dilakukan  tiga  tahun sebelum masa kerasulan. Tatkala datang Ramadhan pada tahun ketiga dari masa uzlah, turun kepada beliau Malaikat Jibril mewahyukan surat Al Alaq yang merupakan surat pertama yang diturunkan kepada Rasulullah Saw.
28. Perang Badar terjadi pada bulan Ramadhan
Perang Badar adalah pemisah antara yang haq dan yang batil, dan kaum muslimin sebagai simbol tauhid dan kemulyaan, meraih kemenangan atas kaum musyrikin sebagai simbol kekifiran dan kebodohan.
Peperangan terjadi pada hari Jum’at, 27 Ramadhan, tahun kedua setelah hijrah. Allah Ta’ala berfirman: “Dan benar-benar Allah telah menolong kalian di Badar sedangkan kalian dalam keadaan terhina, maka takutlah kalian kepada Allah, semoga kalian bersyukur”. (Ali Imran: 123).
Ibnu Abbas mengatakan:”Saat itu hari Jum’at, 27 Ramadhan, dan saat itu juga terbunuh Fir’aun umat, Abu Jahal, musuh terbesar umat Islam.
29. Mekah dikuasai pada bulan Ramadhan
Fathul Mekah adalah peristiwa besar, Allah Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata”. (Al Fath:1).
Sebagian mufasirin berpendapat bahwa yang dimaksud kemenangan di sini adalah peristiwa Fathul Mekah, walau ada sebagian ulama’ yang menafsirkannya sebagai perjanjian Hudaibiya dan penaklukan negeri Rum.
Peristiwa itu terjadi pada hari, tanggal 20 atau 21 Ramadhan, tahun ke delapan hijriyah. Saat itulah semua berhala yang berada di sekitar Ka’bah dihancurkan.
30. Islam menyebar di Yaman pada bulan Ramadhan
Tahun ke sepuluh hijriyah pada bulan Ramadhan Rasulullah Saw. menunjuk Ali bin Abi Thalib guna menjadi pemimpin sejumlah pasukan untuk pergi ke penduduk Yaman dengan membawa surat yang berisi ajakan untuk memeluk Islam.
http://arrahmah.com

Sabtu, 30 Juni 2012

Rame rame tentukan satu ramadhan

Di beberapa negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, seperti di Indonesia, sering terjadi perbedaan pendapat di kalangan umat Islam mengenai penentuan 1 Ramadhan atau 1 Syawal. Munculnya perbedaan ini disebabkan karena dua hal:

1. Perbedaan pemahaman terhadap hadits Rasulullah saw. yang dijadikan sebagai dasar penentuan awal Ramadhan atau awal Syawal. Hadits tersebut berbunyi:

صُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوْا لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنْ أُغْمِيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوْا عِدَّةَ شَعْبَانَ

Berpuasalah kalian karena melihat bulan, dan berbukalah (berhari rayalah) kalian karena melihatnya. Jika mendung telah menghalangi kalian, maka sempurnakanlah (genapkanlah) hitungan Sya’ban.” (HR. Muslim)


Sebagian ulama memahami kata “ru`yah” (melihat) dalam hadits tersebut dengan arti ru`yah basyariah haqiqiyah (penglihatan dengan mata kepala manusia), sementara sebagian ulama yang lain memahaminya dengan arti ru`yah maknawiyah (dengan hitung-hitungan astronomi). Dari sini, maka muncullah dua metode penentuan awal Ramadhan, yaitu metode hisab astronomi yang biasa dipakai oleh Muhammadiyyah  , dan metode ru`yah yang biasa dipakai oleh warga NU .

2. Perbedaan penentuan awal Ramadhan juga bisa disebabkan karena adanya perbedaan cara pandang mengenai matla’ (tempat terbitnya fajar dan terbenamnya matahari). Perbedaan ini terjadi di kalangan ulama yang menggunakan metode ru’yah sebagai alat untuk menentukan awal Ramadhan atau awal Syawal. Ada sebagian ulama yang berpegang pada prinsip matla’, maksudnya setiap negeri mempunyai ru`yah tersendiri, sesuai dengan koordinat bujur dan lintangnya. Di antara ulama yang berpendapat seperti itu adalah Imam Syafi’i. Sementara itu, jumhur fuqaha (mayoritas ahli fikih) tidak berpegang pada prinsip matla’ tersebut, sehingga –menurut mereka- ru`yah yang dilakukan suatu negeri dapat berlaku bagi negeri-negeri lain, tanpa dibatasi oleh mathla’ atau bujur astronomi. .  Komisi Fatwa Majlis Ulama Indonesia (MUI). membolehkan pendapat yang ke dua, hanya saja hal itu memerlukan pembentukan lembaga yang berstatus sebagai “Qadi (Hakim) Internasional” yang dipatuhi oleh seluruh negara-negara Islam. Karena lembaga seperti itu belum ada, maka yang berlaku adalah ketetapan pemerintah masing-masing negara.


Bagi sebagian orang, terkadang adanya perbedaan seperti disebutkan di atas sering membuat bingung. Apalagi di saat menentukan awal Syawal yang merupakan hari raya bagi umat Islam. Mungkin saja terpikir dalam benak mereka, mengapa hari raya umat Islam berbeda? Ada yang sekarang, ada yang besok, ada yang lusa? Mana yang benar? Kami harus mengikuti yang mana?


Penentuan awal Ramadhan atau awal Syawal merupakan permasalahan ijtihadi yang didasarkan pada pemahaman masing-masing kelompok terhadap teks-teks Al-Qur`an ataupun hadits. Dalam hal ini, sah-sah saja bila masing-masing kelompok mengaku pendapatnya benar, asalkan tidak mengaku hanya pendapat merekalah yang benar. Yang perlu ditekankan adalah, sikap toleransi dan menghormati pendapat orang lain. Bila umat Islam memperhatikan hal ini, maka sejuta perbedaan pendapat dalam masalah-masalah furu’iyyah seperti itu tidak akan pernah menjadi persoalan bagi umat Islam.


Bila kita lihat Sunah Nabi, perbedaan pendapat seperti itu juga ditolerir Baginda Rasulullah saw.. Dalam Shahih Bukhari, 2/436, disebutkan sebuah riwayat dari Ibnu Umar, bahwa Nabi bersabda kepada para sahabat:


لاَ يُصَلِّيَنَّ أحدٌ العَصْرَ إلاَّ فِي بَنِي قُرَيْظَة.


Jangan ada seorang pun yang shalat ashar kecuali di kampung bani Quraidhah.

Saat mereka masih berada di dalam perjalanan, waktu Ashar tiba. Maka, sebagian dari mereka berkata: “Kita tidak boleh shalat sebelum kita sampai di tempat tujuan.” Mereka pun akhirnya shalat Ashar di perkampungan Bani Quraidhah, meskipun sesampainya di sana waktu shalat Ashar telah lewat. Sementara sebagian yang lain berkata: “Sebaiknya kita shalat di sini saja, karena maksud perkataan Nabi itu adalah agar kita mempercepat perjalanan sehingga kita telah sampai di perkampungan Bani Quraidhah sebelum waktu Ashar tiba.” Ketika hal itu dilaporkan kepada Nabi, beliau sama sekali tidak mengingkari apa yang mereka lakukan.


Dengan demikian, maka adanya perbedaan mengenai penentuan awal Ramadhan ataupun awal Syawal di kalangan umat Islam tidak semestinya menimbulkan perselisihan di antara mereka. Bila kenyataan yang terjadi seperti itu, maka perbedaan tersebut tidak akan menjadi persoalan bagi mereka. Masing-masing kelompok dipersilahkan untuk mengikuti pendapat mana yang menurutnya benar. Lain halnya bila yang terjadi adalah sebaliknya, dimana perbedaan tersebut menyebabkan terjadinya perselisihan atau pertikaian di antara kaum Muslimin. Dalam kondisi seperti itu, masing-masing kelompok harus bersikap legowo dan tidak boleh mengikuti ego masing-masing. Mereka harus mengutamakan persatuan umat Islam. Sebab walau bagaimanapun, persatuan umat jauh lebih penting dan harus lebih diutamakan daripada sekedar mempertahankan pendapat masing-masing. Wallaahu A’lam….

Senin, 12 Maret 2012

Penyuluh Agama dan Problem Masyarakat Modern


Pada era globalisasi dewasa ini penjungkirbalikan nilai di masyarakat Indonesia berlangsung sangat cepat dan tidak diketahui pasti arahnya karena daya serap masyarakat terhadap stimulus era global sangat beragam. Modernisasi ditandai dengan iptek, globalisasi ditandai dengan penggunaan teknologi informasi yang membuat dunia ini mengecil menjadi satu kampong. Persitiwa yang berlangsung di Amerika atau Afrika hari ini, pada hari ini juga kita bisa langsung menyaksikan melalui layer kaca atau internet. Begitupun sebaliknya. Dunia seperti telanjang,bisa disaksikan seluruh penduduk bumi. Problemnya bagi Negara berkembang seperti Indonesia, tingkat pengetahuan dan tingkat sosialnya belum merata sehingga kemampuannya menyerap informasi tidak sama.
Di Indonesia sekurang-kurangnya ada lima lapisan strata masyarakat; lapisan ultra modern, masyarakat modern,masyarakat urban,masyarakat tradisionil, masyarakat terbelakang bahkan di Papua masih ada masyarakat yang hidup di zaman batu, belum berpakaian. Kelimanya menerima stimulus yang sama dari budaya global, berupa kebebasan, kemewahan, pornografi, kekerasan dan lain sebagainya yang berbeda dengan nilai-nilai tradisi dan budaya Indonesia. Dampaknya luar biasa, norma-norma agama dan budaya local terjungkir-balik pada kehidupan keluarga, kehidupan social politik, ekonomi, mode, selera makanan,musik dan gaya hidup lainnya. Nah inilah problem berat bagi petugas penyuluh agama, karena penyuluh itu sendiri juga menjadi korban dari gelombang budaya globalisasi. Banyak penyuluh agama yang belummasuk lapisan modern,masih berada pada lapisan urban. Diperlukan kerja ektra keras untukmempersiapkan penyuluh agama mampu berperan dalam membantu problem masyarakat modern.

PENYAKIT MANUSIA “MODERN"
Yang dimaksud dengan penyakit manusia modern dalam tulisan ini adalah gangguan psikologis yang diderita oleh manusia yang hidup dalam lingkungan peradaban modern. Sebenarnya zaman modern ditandai dengan dua hal sebagai cirinya, yaitu (1) penggunaan tehnologi dalam berbagai aspek kehidupan manusia, dan (2) berkembangnya ilmu pengetahuan sebagai wujud dari kemajuan intelektual manusia. Manusia modern idealnya adalah manusia yang berfikir logis dan mampu menggunakan berbagai teknologi untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dengan kecerdasan dan bantuan teknologi, manusia modern mestinya lebih bijak dan arif, tetapi dalam kenyataannya banyak manusia yang kualitas kemanusiaannya lebih rendah dibanding kemajuan berfikir dan teknologi yang dicapainya. Akibat dari ketidak seimbangan itu kemudian menimbulkan gangguan kejiwaan. Celaka-nya lagi, penggunaan alat transportasi dan alat komunikasi modern menyebabkan manusia hidup dalam pengaruh global dan dikendalikan oleh arus informasi global, padahal kesiapan mental manusia secara individu bahkan secara etnis tidaklah sama.
Akibat dari ketidak seimbangan itu dapat dijumpai dalam realita kehidupan dimana banyak manusia yang sudah hidup dalam lingkup peradaban modern dengan mengunakan berbagai teknologi-bahkan tehnologi tinggi sebagai fasilitas hidupnya, tetapi dalam menempuh kehidupan, terjadi distorsi-distorsi nilai kemanusiaan, terjadi dehumanisasi yang disebabkan oleh kapasitas intelektual, mental dan jiwa yang tidak siap untuk mengarungi samudera atau hutan peradaban modern. Mobilnya sudah memakai Mercy, tetapi mentalnya masih becak, alat komunikasinya sudah menggunakan telpon genggam dan internet, tetapi komunikasinya masih memakai bahasa isyarat tangan, menu makan yang dipilih pizza dan ayam Kentucky, tetapi wawasan gizinya masih kelas tempe bongkrek. Kekayaan, jabatan dan senjata yang dimilikinnya melambangkan kemajuan, tetapi jiwanya kosong dan rapuh. Semua simbol manusia modern dipakai, tetapi substansinya. yakni berfikir logis dan penguasaan teknologi maju masih jauh panggang dari api.

1. Kerangkeng Manusia Modern
Ketidak berdayaan manusia bermain dalam pentas peradaban modern yang terus melaju tanpa dapat dihentikan itu menyebabkan sebagian besar "manusia modern" itu terperangkap dalam situasi yang menurut istilah Psikolog Humanis terkenal, Rollo May disebut sebagai "Manusia dalam Kerangkeng", satu istilah yang menggambarkan salah satu derita manusia modern.
Manusia modern seperti itu sebenarnya adalah manusia yang sudah kehilangan makna, manusia kosong, The Hollow Man. Ia resah setiap kali harus mengambil keputusan, ia tidak tahu apa yang diinginkan, dan tidak mampu memilih jalan hidup yang diinginkaan. Para sosiolog menyebutnya sebagai gejala keterasingan, alienasi, yang disebabkan oleh (a) perubahan sosial yang berlangsung sangat cepat, (b) hubungan hangat antar manusia sudah berubah menjadi hubungan yang gersang, (c) lembaga tradisionil sudah berubah menjadi lembaga rational, (d) masyarakat yang homogen sudah berubah menjadi heterogen, dan (e) stabilitas sosial berubah menjadi mobilitas sosial.
Situasi psikologis dalam sistem sosial yang mengkungkung manusia modern itu bagaikan kerangkeng yang sangat kuat, yang membuat penghuni di dalamnya tak lagi mampu berfikir untuk mencari jalan keluar dari kerangkeng itu. Orang merasa tak berdaya untuk melakukan upaya perubahan, kekuasaan (sistem) politik terasa bagaikan hantu yang susah diikuti standar kerjanya, ekonomi dirasakan tercengkeram oleh segelintir orang yang bisa amat leluasa mempermainkannya sekehendak hati mereka, bukan kehendaknya, dan nilai-nilai luhur kebudayaan sudah menjadi komoditi pasar yang fluktuasinya susah diduga.
Bagaikan orang yang telah lama terkurung dalam kerangkeng, manusia modern menderita frustrasi dan berada dalam ketidak berdayaan, powerlessness. Ia tidak mampu lagi merencanakan masa depan, ia pasrah kepada nasib karena merasa tidak berdaya apa-apa. Rakyat acuh tak acuh terhadap perkembangan politik, pegawai negeri merasa hanya kerja rutin, dan hanya mengerjakan yang diperintah dan yang diawasi atasannya.
Kerangkeng lain yang tidak kalah kuatnya adalah dalam kehidupan sosial. Manusia modern dikerangkeng oleh tuntutan sosial. Mereka merasa sangat terikat untuk mengikuti skenario sosial yang menentukan berbagai kriteria dan mengatur berbagai keharusan dalam kehidupaan sosial. Seorang isteri pejabat merasa harus menyesuaikan diri dengan jabatan suaminya dalam hal pakaian, kendaraaan, assesoris, bahkan sampai pada bagaimana tersenyum dan tertawa. Seorang pejabat juga merasa harus mengganti rumahnya, kendaraannya, pakaiannya, kawan-kawan pergaulannya, minumannya, rokoknya dan kebiasan-kebiasaan lainnya agar sesuai dengan skenario sosial tentang pejabat. Kaum wanita juga dibuat sibuk untuk mengganti kosmetiknya, mode pakaiannya, dandanannya, meja makan dan piring di rumahnya untuk memenuhi trend yang sedang berlaku .
Manusia modern begitu sibuk dan bekerja keras melakukan penyesuaian diri dengan trend modern. Ia merasa sedang berjuang keras untuk memenuhi keinginannya, padahal yang sebenarnya mereka diperbudak oleh keinginan orang lain, oleh keinginan sosial. Ia sebenarnya sedang mengejar apa yang diharapkan oleh orang lain agar ia mengejarnya. Ia selalu mengukur perilaku dirinya dengan apa yang ia duga sebagai harapan orang lain. Ia boleh jadi mem-peroleh kepuasan, tetapi kepuasan itu sebenarnya kepuasan sekejap, yakni kepuasan dalam mempertontonkan perilaku yang dipesan oleh orang lain. Ia tak ubahnya pemain sandiwara di atas panggung yang harus trampil prima sesuai dengan perintah sutradara, meskipun boleh jadi ia sedang kurang sehat.
Begitulah manusia modern, ia melakukan sesuatu bukan karena ingin melakukannya, tetapi karena merasa orang lain menginginkan agar ia melakukannya. Ia sibuk meladeni keinginan orang lain, sampai ia lupa kehendak sendiri. Ia memiliki ratusan topeng sosial yang siap dipakai dalam berbagai event sesuai dengan skenario sosial, dan saking seringnya menggunakan topeng sampai ia lupa wajah asli miliknya. Manusia modern adalah manusia yang sudah kehilangan jati dirinya, perilakunya sudah seperti perilaku robot, tanpa perasaan. Senyumnya tidak lagi seindah senyuman fitri seorang bayi, tetapi lebih sebagai make up. Tawanya tidak lagi spontan seperti tawa ceria kanak-kanak dan remaja, tetapi tawa yang diatur sebagai bedak untuk memoles kepribadiannya. Tangisannya tidak lagi merupakan rintihan jiwa, tetapi lebih merupakan topeng untuk menutupi borok-borok akhlaknya, dan kesemuanya sudah diprogramkan kapan harus tertawa dan kapan harus menangis.

2. Gangguan Kejiwaan Manusia Modern
Sebagai akibat dari sikap hipokrit yang berkepanjangan, maka manusia modern mengidap gangguan kejiwaan antara lain berupa: (a) Kecemasan, (b) Kesepian, (c) Kebosanan, (d) Perilaku menyimpang, (e) Psikosomatis.
a. Kecemasan
Perasaan cemas yang diderita manusia modern tersebut diatas adalah bersumber dari hilangnya makna hidup, the meaning of life. Secara fitri manusia memiliki kebutuhan akan makna hidup. Makna hidup dimiliki oleh seseorang manakala ia memiliki kejujuran dan merasa hidupnya dibutuhkan oleh orang lain dan merasa mampu dan telah mengerjakan sesuatu yang bermakna untuk orang lain. Makna hidup biasanya dihayati oleh para pejuang - dalam bidang apapun - karena pusat perhatian pejuang adalah pada bagaimana bisa menyumbangkan sesuatu untuk kepentingan orang lain. Seorang pejuang biasanya memiliki tingkat dedikasi yang tinggi, dan untuk apa yang ia perjuangkannya, ia sanggup berkorban, bahkan korban jiwa sekalipun.
Meskipun yang dilakukan pejuang itu untuk kepentingan orang lain, tetapi dorongan untuk berjuang lahir dari diri sendiri, bukan untuk memuaskan orang lain. Seorang pejuang melakukan sesuatu sesuai dengan prinsip yang dianutnya, bukan prinsip yang dianut oleh orang lain. Kepuasan seorang pejuang adalah apabila ia mampu berpegang teguh kepada prinsip kejuangannya, meskipun boleh jadi perjuangannya itu gagal.
Adapun manusia modern seperti disebutkan diatas, mereka justeru tidak memilki makna hidup, karena mereka tidak memiliki prinsip hidup. Apa yang dilakukan adalah mengikuti trend, mengikuti tuntutan sosial, sedangkan tuntutan sosial belum tentu berdiri diatas suatu prinsip yang mulia. Orang yang hidupnya hanya mengikuti kemauan orang lain, akan merasa puas tetapi hanya sekejap, dan akan merasa kecewa dan malu jika gagal. Karena tuntutan sosial selalu berubah dan tak ada habis-habisnya maka manusia modern dituntut untuk selalu mengantisipasi perubahan, padahal perubahan itu selalu terjadi dan susah diantisipasi, sementara ia tidak memiliki prinsip hidup, sehingga ia diperbudak untuk melayani perubahan. Ketidak seimbangan itu, dan terutama karena merasa hidupnya tak bermakna, tak ada dedikasi dalam perbuatannya, maka ia dilanda kegelisahan dan kecemasan yang berkepanjangan. Hanya sesekali ia menikmati kenikmatan sekejap, kenikmatan palsu ketika ia berhasil pentas diatas panggung sandiwara kehidupan.
b. Kesepian
Gangguan kejiwaan berupa kesepian bersumber dari hubungan antar manusia (interpersonal) di kalangan masyarakat modern yang tidak lagi tulus dan hangat. Kegersangan hubungan antar manusia ini disebabkan karena semua manusia modern menggunakan topeng-topeng sosial untuk menutupi wajah kepribadiannya. Dalam komunikasi interpersonal,manusia modern tidak memperkenalkan dirinya sendiri, tetapi selalu menunjukannya sebagai seseorang yang sebenarnya bukan dirinya. Akibatnya setiap manusia modern memandang orang lain, maka yang dipandang juga bukan sebagai dirinya, tetapi sebagai orang yang bertopeng. Selanjutnya hubungan antar manusia tidak lagi sebagai hubungan antar kepribadian, tetapi hubungan antar topeng, padahal setiap manusia membutuhkan orang lain, bukan topeng lain.
Sebagai akibat dari hubungan antar manusia yang gersang, manusia modern mengidap perasaan sepi, meski ia berada di tengah keramaian. Sebagai manusia, ia benar-benar sendirian, karena yang berada di sekelilingnya hanyalah topeng-topeng. Ia tidak dapat menikmati senyuman orang lain, karena iapun mempersepsi senyuman orang itu sebagai topeng, sebagaimana ketika ia tersenyum kepada orang lain. Pujian orang kepadanya juga dipandangnya sebagai basa-basi yang sudah diprogram, bahkan ucapan cinta dari sang kekasihpun terdengar hambar karena ia memandang kekasihnyapun sebagai orang yang sedang mengenakan topeng cinta. Sungguh malang benar manusia modern ini.
c. Kebosanan
Karena hidup tak bermakna, dan hubungan dengan manusia lain terasa hambar karena ketiadaan ketulusan hati, kecemasan yang selalu mengganggu jiwanya dan kesepian yang berkepanjangan, menyebabkan manusia modern menderita gangguan kejiwaan berupa kebosanan. Ketika diatas pentas kepalsuan, manusia bertopeng memang memperoleh kenikmatan sekejap, tetapi setelah ia kembali ke rumahnya, kembali menjadi seorang diri dalam keaslianya, maka ia kembali dirasuki perasaan cemas dan sepi.
Kecemasan dan kesepian yang berkepanjangan akhirnya membuatnya menjadi bosan, bosan kepada kepura-puraan, bosan kepada kepalsuan, tetapi ia tidak tahu harus melakukan apa untuk menghilangkan kebosanan itu.
Berbeda dengan perasaan seorang pejuang yang merasa hidup dalam keramaian perjuangan meskipun ketika itu ia sedang duduk sendiri di dalam kamar, atau bahkan dalam sel penjara, manusia modern justeru merasa sepi di tengah-tengah keramaian, frustrasi di tengah aneka fasilitas, dan bosan di tengah kemeriahan pesta yang menggoda.
d. Perilaku Menyimpang
Kecemasan, kesepian dan kebosanan yang diderita berkepanjangan, menyebabkan seseorang tidak tahu persis apa yang harus dilakukan. Ia tidak bisa memutuskan sesuatu, dan ia tidak tahu jalan mana yang harus ditempuh. Dalam keadaan jiwa yang kosong dan rapuh ini, maka ketika seseorang tidak mampu berfikir jauh, kecenderungan memuaskan motif kepada hal-hal ang rendah menjadi sangat kuat, karena pemuasan atas motif kepada hal-hal yang rendah agak sedikit menghibur.
Manusia dalam tingkat gangguan kejiwaan seperti itu mudah sekali diajak atau dipengaruhi untuk melakukan hal-hal yang menyenangkan meskipun perbuatan itu menyimpang dari norma-norma moral. Kondisi psikologi mereka seperti hausnya orang yang sedang berada dalam pengaruh obat terlarang. Dalam keadaan tak mampu berfikir, apa saja ia mau melakukan asal memperoleh minuman. Kekosongan jiwa itu dapat mengantar mereka pada perbuatan merampok orang, meskipun mereka tidak membutuhkan uang, memperkosa orang tanpa mengenal siapa yang diperkosa, membunuh orang tanpa ada sebab-sebab yang membuatnya harus membunuh, pokoknya semua perilaku menyimpang yang secara sepintas seakan memberikan hiburan dapat mereka lakukan.
e. Psikosomatik
Psikosomatik adalah gangguaan fisik yang disebabkan oleh faktor-faktor kejiwaan dan sosial. Seseorang jika emosinya menumpuk dan memuncak maka hal itu dapat menyebabkan terjadinya goncangan dan kekacauan dalam dirinya. Jika faktor-faktor yang menyebabkan memuncaknya emosi itu secara berkepanjangan tidak dapat dijauhkan, maka ia dipaksa untuk selalu berjuang menekan perasaannya. Perasaaan tertekan, cemas, kesepian dan kebosanan yang berkepanjangan dapat mempengaruhi kesehatan fisiknya.
Jadi Psikosomatik dapat disebut sebagai penyakit gabungan, fisik dan mental, yang dalam bahasa Arab disebut nafsajasadiyyah atau nafsabiolojiyyah. Yang sakit sebenarnya jiwanya, tetapi menjelma dalam bentuk sakit fisik.
Penderita Psikosomatik biasanya selalu mengeluh merasa tidak enak badan, jantungnya berdebar-debar, merasa lemah dan tidak bisa konsentrasi. Wujud psikosomatik bisa dalam bentuk syndrome, trauma, stress, ketergantungan kepada obat penenang/alkohol/narkotik atau berperilaku menyimpang.
Manusia modern penderita psikosomatik adalah ibarat penghuni kerangkeng yang sudah tidak lagi menyadari bahwa kerangkeng itu merupakan belenggu. Baginya berada dalam kerangkeng seperti memang sudah seharusnya begitu, ia sudah tidak bisa membayangkan seperti apa alam di luar kerangkeng.

3. Terapi Psikologis Untuk Manusia Modern
Karena derita manusia modern itu berasal dari kerangkeng yang membelenggunya, maka jalan keluar dari problem itu adalah dengan berusaha ke luar dari kerangkeng itu. Kerangkeng yang membelenggu manusia modern sebenarnya hanya berupa nilai, atau tepatnya karena kekosongan nilai. Kekosongan nilai manusia modern itu disebabkan karena ia tidak lagi mengenali dirinya dalam konstalasi makhluk—Khalik. Ia terpuruk hanya berkutat di pojok makhluk, oleh karena itu dunianya menjadi sempit, langitnya menjadi rendah.
Untuk berani ke luar dari kerangkengnya maka mula pertama manusia modern harus terlebih dahulu mengenali kembali jati dirinya, apakah makhluk itu, apa sebenarnya manusia itu, siapa dirinya sebenarnya, untuk apa ia berada di dunia ini dan mau kemana setelah itu.
Bagi manusia modern yang belum terlalu parah penyakitnya, ia dapat diajak berdialog, diajak berfikir, merenung tentang apa yang telah terjadi dan seberapa sisa hidupnya. Ia diajak untuk mengenali dirinya dalam kontek ciptaan Allah, karena sebagaimana kata Nabi barang siapa mengenali siapa dirinya maka ia akan mengenali siapa Tuhannya.
Bagi penderita yang sudah parah, maka dialog tidak dapat menolongnya. Kepadanya sebaiknya dibawa saja dalam situasi yang tidak memberi peluang selain berfikir dan merasa berada dalam suasana religious, misalnya di-ajak dalam forum dzikir jahr, seperti yang ada dalam lingkungan tarekat Naqsyabandiyaah. Iklim dzikir jahr itu akan memaksa dia mengikuti pembacaan kalimah thayyibah, dan pembacaan yang berulang-ulang akan membantu secara perlahan-lahan larut dalam suasana yang kurang difahami tetapi indah dan menyenangkan.
Dalam perspektif ini, maka tasauf atau spiritualitas agama sebenarnya sangat relevan bagi manusia modern, bagi yang masih sehat , dan terutama bagi yang sudah sakit.

4. Pandangan Hidup Muslim
Manusia terperangkap di dalam kerangkeng modern disebabkan karena memiliki cara pandang yang keliru terhadap hidup ini. Mereka memiliki pandangan hidup yang keliru sehingga menghasilkan kekeliruan, dan menyebabkan mereka tidak memperoleh makna modernisasi tetapi justeru menjadi konsumen dari limbah modernisasi. Seorang muslim yang memiliki pandangan hidup yang benar, maka ia akan tetap eksis dan kuat dalam segala zaman, zaman tradisionil maupun zaman modern, karena pandangan hidup yang benar akan menseleksi limbah dari esensi.
Pandangan hidup Muslim sekurang-kurangnya dapat diukur dari hal-hal sebagai berikut:
a. Tujuan Hidup. Agama Islam mengajarkan bahwa tujuan dari hidup manusia adalah untuk mencari ridla Allah, ibtigha'a mardatillah, oleh karena itu acuan hidupnya adalah pada apakah yang dipilih itu sesuatu yang diridhai Tuhan atau tidak. Pandangan hidup ini akan membuat orang kuat dalam pendirian, tidak takut dicaci maki dan bahkan tidak takut tersingkir dari sistem sosial. Jika seseorang telah menetapkan ridla Tuhan sebagai tujuan hidupnya, maka ia terhindar dari keharusan memenuhi tuntutan sosial yang bertentangan dengan tujuan hidupnya.
b. Fungsi Hidup. Agama Islam mengajarkan bahwa fungsi manusia di muka bumi adalah sebagai khalifah Allah. Sebagai khalifah Allah, manusia diberi tangung jawab untuk menegakkan kebenaran dan hukum Allah di muka bumi, yang untuk itu manusia diberi hak untuk mengelola dan memanfaatkan alam . Pandangan hidup ini menyebabkan seseorang tidak bisa tinggal diam melihat merajalelanya perbuatan manusia yang merusak kehidupan. Sebagai khalifah ia terpanggil untuk amar ma'ruf dan nahi mungkar. Dalam perspektif ini manusia adalah subyek, bukan semata-mata obyek.
c. Tugas Hidup. Agama Islam mengajarkan bahwa manusia diciptakan adalah untuk menyembah Tuhan. Jadi ibadah adalah tugas yang harus dijalankan, bukan tujuan. Untuk mencapai tujuan memperoleh ridla Tuhan, manusia harus disiplin menjalankan tugas ibadahnya. Bagi yang disiplin menjalankan tugas maka ia berhak memperoleh promosi, bagi yang malas maka ia akan tertinggal.
d. Alat Hidup. Untuk menggapai tujuan dan untuk menjalankan tugas, manusia diberi alat, yaitu dirinya (fisiknya, intelektualnya dan jiwanya) dan harta atau alam. Harta kekayaan adalah alat hidup, bukan tujuan, oleh karena itu seberapa banyak manusia membutuhkan harta adalah sebanyak dibutuhkannya untuk kepentingan menjalankan tugas ibadah dan menggapai rida Allah sebagai tujuan hidupnya. Untuk menggapai tujuan dan menjalankan tugas, manusia memerlukan gizi bagi kesehatan tubuhnya, pakaian untuk pergaulan, kaki atau kendaraan untuk menempuh perjalanan, tangan atau kekuasaan untuk menjalankan suatu keputusan, dan ilmu untuk meningkatkan kualitas kerjanya.
e. Teladan Hidup. Manusia memiliki kecenderungan untuk melakukan imitasi dan identifikasi. Manusia membutuhkan tokoh untuk ditiru, karena ilmu dan ketrampilan saja tidak menjamin untuk menggapai nilai keutamaan kerja. Untuk itu ajaran Islam menetapkan bahwa tokoh yang harus menjadi panutan hidup manusia adalah Nabi Muhammad saw. Muhammad adalah uswatun hasanah bagi orang mukmin. Keteladanan Muhammad tak tertandingi oleh siapapun, karena Nabi Muhammad merupakan perwujudan kongkrit dari nilai-nilai al Qur'an, Kana khuluquhu al Qur'an, kata Aisyah r.a.
f. Lawan dan Kawan Hidup. Dalam hidup, berjuang menjalankan tugas dan menggapai tujuan, manusia membutuhkan kawan dan tak jarang berjumpa lawan. Islam mengajarkan bahwa semua orang mukmin, antara yang satu dengan yang lain adalah saudara, dan bahwa syaitan adalah lawan atau musuh yang konsisten. Seorang mukmin harus mengutamakan orang mukmin lainnya sebagai partner, dan bahwa berhubungan dengan syaitan tak akan menghasilkan apa-apa selain kerugian.

MENFUNGSIKAN PENYULUH AGAMA
Predikat Penyuluh Agama sesunguhnya berbeda dengan muballigh atau guru Majlis Ta`lim, penyuluh agama lebih dekat ke Konselor Agama.. Muballigh dituntut untuk banyak berbicara sedangkan Konselor dituntut untuk mampu dan banyak mendengar. Muballigh berhadapan dengan public orang sehat, sedangkan konselor berhadapan dengan orang bermasalah. satu persatu. Muballigh bertindak sebagai subyek menghadapi mad`u sebagaiobyek, sedangkan konselor hanya membantu orang bermasalah agar ia bisa menjadi subyek untuk mengatasi sendiri masalahanya sebagai obyeknya. Jadi para penyuluh agama harus memiliki perspektip dirinya ketika bertemu orang bermasalah bahwa ia adalah penyuluh,bukan muballigh. Orang bermasalah sering bisa hilang masalahnya hanya dengan mengutarakannya kepada orang yang tepat (konselor). Orang bermasalah justeru semakin pusing ketika harus mendengarkan petuah panjang-panjang dari muballigh.
Mengubah konsep diri muballigh menjadi konselor tidak mudah. Dibutuhkan ilmu pengetahuan, pengalaman lapangan dan penghayatan atas problem-problem hidup manusia. Problem manusia dalam kehidupan modern tiap hari kita jumpai, tetapi tidak semua orang mampu mengurai anatominya untuk kemudian dicarikan solusinya. Untuk penyuluh agama yang bertugas di wilayah ibu kota lebih mudah menyediakan program untuk mereka karena dekat dengan kasus dan banyak nara sumber. Untuk itu maka program peningkatan mereka dari muballigh ke penyuluh untuk menfungsikan mereka sebagai penyuluh agama pada pemecahan masalah manusia modern dapat dilakukan dengan program berkala, misalnya semingu sekali. Programnya berbentuk :
1.      Mendatangkan nara sumber untuk memberikan wawasan tentang problem masyarakat modern (psikologi)
2.      Dengan dipandu seorang instsruktur, setiap penyuluh ditugasi mengamati problem-problem masyarakat di wilayahnya dan melaporkannya dalam bentuk paper.
Dengan dipandu instruktur pula, pada setiap hari program bersama, masing-masing memaparkan temuanya.
3.      Instruktur memandu mereka dalam pemahaman masalah dan
4.      Instruktur memandu mereka untuk menemukan format problem solving
5.      Menerbitkan jurnal penyuluhan untuk internal yang bahannya diambil dari kasus-kasus yang ditemukan oleh para penyuluh.
Secara berkala diadakan semacam seminar untuk mengangkat problem itu ke permukaan.

http://buletinmediasi.blogspot.com