Kamis, 02 Juni 2011

JANGAN INGKARI KEUTAMAAN RAJAB DAN AMALAN DIDALAMNYA

Bulan Rajab adalah bulan ke tujuh dari bulan hijriah (penanggalan Arab dan Islam). Peristiwa Isra Mi’raj Nabi Muhammad shalallah ‘alaih wasallam untuk menerima perintah salat lima waktu diyakini terjadi pada 27 Rajab ini.


Bulan Rajab juga merupakan salah satu bulan haram atau muharram yang artinya bulan yang dimuliakan. Dalam tradisi Islam dikenal ada empat bulan haram, ketiganya secara berurutan adalah: Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan satu bulan yang tersendiri, Rajab.

Dinamakan bulan haram karena pada bulan-bulan tersebut orang Islam dilarang mengadakan peperangan. Tentang bulan-bulan ini, Al-Qur’an menjelaskan:

“ Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, Maka janganlah kamu Menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.”

Hukum Puasa Rajab

Ditulis oleh al-Syaukani, dalam Nailul Authar, bahwa Ibnu Subki meriwayatkan dari Muhammad bin Manshur al-Sam'ani yang mengatakan bahwa tak ada hadis yang kuat yang menunjukkan kesunahan puasa Rajab secara khusus. Disebutkan juga bahwa Ibnu Umar memakruhkan puasa Rajab, sebagaimana Abu Bakar al-Tarthusi yang mengatakan bahwa puasa Rajab adalah makruh, karena tidak ada dalil yang kuat.

Namun demikian, sesuai pendapat al-Syaukani, bila semua hadis yang secara khusus menunjukkan keutamaan bulan Rajab dan disunahkan puasa di dalamnya kurang kuat dijadikan landasan, maka hadis-hadis Nabi yang menganjurkan atau memerintahkan berpuasa dalam bulan- bulan haram (Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab itu cukup menjadi hujjah atau landasan. Di samping itu, karena juga tidak ada dalil yang kuat yang memakruhkan puasa di bulan Rajab.


Diriwayatkan dari Mujibah al-Bahiliyah, Rasulullah bersabda "Puasalah pada bulan-bulan haram (mulia)." (Riwayat Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad). Hadis lainnya adalah riwayat al-Nasa'i dan Abu Dawud (dan disahihkan oleh Ibnu Huzaimah): "Usamah berkata pada Nabi Muhammad Saw, “Wahai Rasulallah, saya tak melihat Rasul melakukan puasa (sunnah) sebanyak yang Rasul lakukan dalam bulan Sya'ban. Rasul menjawab: 'Bulan Sya'ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadan yang dilupakan oleh kebanyakan orang.'"


Menurut al-Syaukani dalam Nailul Authar, dalam bahasan puasa sunnah, ungkapan Nabi, "Bulan Sya'ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadan yang dilupakan kebanyakan orang" itu secara implisit menunjukkan bahwa bulan Rajab juga disunnahkan melakukan puasa di dalamnya.


Keutamaan berpuasa pada bulan haram juga diriwayatkan dalam hadis sahih imam Muslim. Bahkan berpuasa di dalam bulan-bulan mulia ini disebut Rasulullah sebagai puasa yang paling utama setelah puasa Ramadan. Nabi bersabda : “Seutama-utama puasa setelah Ramadan adalah puasa di bulan-bulan al-muharram (Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab).


Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulum al-Din menyatakan bahwa kesunnahan berpuasa menjadi lebih kuat jika dilaksanakan pada hari-hari utama (al-ayyam al-fadhilah). Hari- hari utama ini dapat ditemukan pada tiap tahun, tiap bulan dan tiap minggu. Terkait siklus bulanan ini Al-Ghazali menyatakan bahwa Rajab terkategori al-asyhur al-fadhilah di samping dzulhijjah, muharram dan sya’ban. Rajab juga terkategori al-asyhur al-hurum di samping dzulqa’dah, dzul hijjah, dan muharram.


Disebutkan dalam Kifayah al-Akhyar, bahwa bulan yang paling utama untuk berpuasa setelah Ramadan adalah bulan- bulan haram yaitu dzulqa’dah, dzul hijjah, rajab dan muharram. Di antara keempat bulan itu yang paling utama untuk puasa adalah bulan al-muharram, kemudian Sya’ban. Namun menurut Syaikh Al-Rayani, bulan puasa yang utama setelah al-Muharram adalah Rajab.


Terkait hukum puasa dan ibadah pada Rajab, Imam Al-Nawawi menyatakan “Memang benar tidak satupun ditemukan hadits shahih mengenai puasa Rajab, namun telah jelas dan shahih riwayat bahwa Rasul saw menyukai puasa dan memperbanyak ibadah di bulan haram, dan Rajab adalah salah satu dari bulan haram, maka selama tak ada pelarangan khusus puasa dan ibadah di bulan Rajab, maka tak ada satu kekuatan untuk melarang puasa Rajab dan ibadah lainnya di bulan Rajab” (Syarh Nawawi ‘ala Shahih Muslim).

Berikut beberapa hadis yang menerangkan keutamaan dan kekhususan puasa bulan Rajab:
· Diriwayatkan bahwa apabila Rasulullah shalallahu ‘alahi wassalam memasuki bulan Rajab beliau berdo’a:“Ya, Allah berkahilah kami di bulan Rajab (ini) dan (juga) Sya’ban, dan sampaikanlah kami kepada bulan Ramadhan.” (HR. Imam Ahmad, dari Anas bin Malik).
"Barang siapa berpuasa pada bulan Rajab sehari, maka laksana ia puasa selama sebulan, bila puasa 7 hari maka ditutuplah untuknya 7 pintu neraka Jahim, bila puasa 8 hari maka dibukakan untuknya 8 pintu surga, dan bila puasa 10 hari maka digantilah dosa-dosanya dengan kebaikan."
Riwayat al-Thabarani dari Sa'id bin Rasyid: “Barangsiapa berpuasa sehari di bulan Rajab, maka ia laksana berpuasa setahun, bila puasa 7 hari maka ditutuplah untuknya pintu-pintu neraka jahanam, bila puasa 8 hari dibukakan untuknya 8 pintu surga, bila puasa 10 hari, Allah akan mengabulkan semua permintaannya....."
"Sesungguhnya di surga terdapat sungai yang dinamakan Rajab, airnya lebih putih daripada susu dan rasanya lebih manis dari madu. Barangsiapa puasa sehari pada bulan Rajab, maka ia akan dikaruniai minum dari sungai tersebut".
Riwayat (secara mursal) Abul Fath dari al-Hasan, Nabi Muhammad Saw bersabda: "Rajab itu bulannya Allah, Sya'ban bulanku, dan Ramadan bulannya umatku."
Sabda Rasulullah SAW lagi : “Pada malam mi’raj, saya melihat sebuah sungai yang airnya lebih manis dari madu, lebih sejuk dari air batu dan lebih harum dari minyak wangi, lalu saya bertanya pada Jibril a.s.: “Wahai Jibril untuk siapakan sungai ini ?”Maka berkata Jibrilb a.s.: “Ya Muhammad sungai ini adalah untuk orang yang membaca salawat untuk engkau di bulan Rajab ini”.

Mengamalkan Hadis Daif Rajab

Ditegaskan oleh Imam Suyuthi dalam kitab al-Haawi lil Fataawi bahwa hadis-hadis tentang keutamaan dan kekhususan puasa Rajab tersebut terkategori dha'if (lemah atau kurang kuat).

Namun dalam tradisi Ahlussunnah wal Jama’ah sebagaimana biasa diamalkan para ulama generasi salaf yang saleh telah bersepakat mengamalkan hadis dha’if dalam konteks fada’il al-a’mal (amal- amal utama).

Syaikhul Islam al-Imam al-Hafidz al- ‘Iraqi dalam al-Tabshirah wa al- tadzkirah mengatakan:

“Adapun hadis dha’if yang tidak maudhu’ (palsu), maka para ulama telah memperbolehkan mempermudah dalam sanad dan periwayatannya tanpa menjelaskan kedha’ifannya, apabila hadis itu tidak berkaitan dengan hukum dan akidah, akan tetapi berkaitan dengan targhib (motivasi ibadah) dan tarhib (peringatan) seperti nasehat, kisah-kisah, fadha’il al-a’mal dan lain
www.pesantrenvirtual.com

JANGAN INGKARI KEUTAMAAN RAJAB DAN AMALAN DIDALAMNYA

oleh Ibnu Qosim pada 03 Juni 2011 jam 13:05
Bulan Rajab adalah bulan ke tujuh dari bulan hijriah (penanggalan Arab dan Islam). Peristiwa Isra Mi’raj Nabi Muhammad shalallah ‘alaih wasallam untuk menerima perintah salat lima waktu diyakini terjadi pada 27 Rajab ini.

Bulan Rajab juga merupakan salah satu bulan haram atau muharram yang artinya bulan yang dimuliakan. Dalam tradisi Islam dikenal ada empat bulan haram, ketiganya secara berurutan adalah: Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan satu bulan yang tersendiri, Rajab.

Dinamakan bulan haram karena pada bulan-bulan tersebut orang Islam dilarang mengadakan peperangan. Tentang bulan-bulan ini, Al-Qur’an menjelaskan:

“ Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, Maka janganlah kamu Menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.”

Hukum Puasa Rajab

Ditulis oleh al-Syaukani, dalam Nailul Authar, bahwa Ibnu Subki meriwayatkan dari Muhammad bin Manshur al-Sam'ani yang mengatakan bahwa tak ada hadis yang kuat yang menunjukkan kesunahan puasa Rajab secara khusus. Disebutkan juga bahwa Ibnu Umar memakruhkan puasa Rajab, sebagaimana Abu Bakar al-Tarthusi yang mengatakan bahwa puasa Rajab adalah makruh, karena tidak ada dalil yang kuat.

Namun demikian, sesuai pendapat al-Syaukani, bila semua hadis yang secara khusus menunjukkan keutamaan bulan Rajab dan disunahkan puasa di dalamnya kurang kuat dijadikan landasan, maka hadis-hadis Nabi yang menganjurkan atau memerintahkan berpuasa dalam bulan- bulan haram (Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab itu cukup menjadi hujjah atau landasan. Di samping itu, karena juga tidak ada dalil yang kuat yang memakruhkan puasa di bulan Rajab.


Diriwayatkan dari Mujibah al-Bahiliyah, Rasulullah bersabda "Puasalah pada bulan-bulan haram (mulia)." (Riwayat Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad). Hadis lainnya adalah riwayat al-Nasa'i dan Abu Dawud (dan disahihkan oleh Ibnu Huzaimah): "Usamah berkata pada Nabi Muhammad Saw, “Wahai Rasulallah, saya tak melihat Rasul melakukan puasa (sunnah) sebanyak yang Rasul lakukan dalam bulan Sya'ban. Rasul menjawab: 'Bulan Sya'ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadan yang dilupakan oleh kebanyakan orang.'"


Menurut al-Syaukani dalam Nailul Authar, dalam bahasan puasa sunnah, ungkapan Nabi, "Bulan Sya'ban adalah bulan antara Rajab dan Ramadan yang dilupakan kebanyakan orang" itu secara implisit menunjukkan bahwa bulan Rajab juga disunnahkan melakukan puasa di dalamnya.


Keutamaan berpuasa pada bulan haram juga diriwayatkan dalam hadis sahih imam Muslim. Bahkan berpuasa di dalam bulan-bulan mulia ini disebut Rasulullah sebagai puasa yang paling utama setelah puasa Ramadan. Nabi bersabda : “Seutama-utama puasa setelah Ramadan adalah puasa di bulan-bulan al-muharram (Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab).


Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulum al-Din menyatakan bahwa kesunnahan berpuasa menjadi lebih kuat jika dilaksanakan pada hari-hari utama (al-ayyam al-fadhilah). Hari- hari utama ini dapat ditemukan pada tiap tahun, tiap bulan dan tiap minggu. Terkait siklus bulanan ini Al-Ghazali menyatakan bahwa Rajab terkategori al-asyhur al-fadhilah di samping dzulhijjah, muharram dan sya’ban. Rajab juga terkategori al-asyhur al-hurum di samping dzulqa’dah, dzul hijjah, dan muharram.


Disebutkan dalam Kifayah al-Akhyar, bahwa bulan yang paling utama untuk berpuasa setelah Ramadan adalah bulan- bulan haram yaitu dzulqa’dah, dzul hijjah, rajab dan muharram. Di antara keempat bulan itu yang paling utama untuk puasa adalah bulan al-muharram, kemudian Sya’ban. Namun menurut Syaikh Al-Rayani, bulan puasa yang utama setelah al-Muharram adalah Rajab.


Terkait hukum puasa dan ibadah pada Rajab, Imam Al-Nawawi menyatakan “Memang benar tidak satupun ditemukan hadits shahih mengenai puasa Rajab, namun telah jelas dan shahih riwayat bahwa Rasul saw menyukai puasa dan memperbanyak ibadah di bulan haram, dan Rajab adalah salah satu dari bulan haram, maka selama tak ada pelarangan khusus puasa dan ibadah di bulan Rajab, maka tak ada satu kekuatan untuk melarang puasa Rajab dan ibadah lainnya di bulan Rajab” (Syarh Nawawi ‘ala Shahih Muslim).

Berikut beberapa hadis yang menerangkan keutamaan dan kekhususan puasa bulan Rajab:
· Diriwayatkan bahwa apabila Rasulullah shalallahu ‘alahi wassalam memasuki bulan Rajab beliau berdo’a:“Ya, Allah berkahilah kami di bulan Rajab (ini) dan (juga) Sya’ban, dan sampaikanlah kami kepada bulan Ramadhan.” (HR. Imam Ahmad, dari Anas bin Malik).
"Barang siapa berpuasa pada bulan Rajab sehari, maka laksana ia puasa selama sebulan, bila puasa 7 hari maka ditutuplah untuknya 7 pintu neraka Jahim, bila puasa 8 hari maka dibukakan untuknya 8 pintu surga, dan bila puasa 10 hari maka digantilah dosa-dosanya dengan kebaikan."
Riwayat al-Thabarani dari Sa'id bin Rasyid: “Barangsiapa berpuasa sehari di bulan Rajab, maka ia laksana berpuasa setahun, bila puasa 7 hari maka ditutuplah untuknya pintu-pintu neraka jahanam, bila puasa 8 hari dibukakan untuknya 8 pintu surga, bila puasa 10 hari, Allah akan mengabulkan semua permintaannya....."
"Sesungguhnya di surga terdapat sungai yang dinamakan Rajab, airnya lebih putih daripada susu dan rasanya lebih manis dari madu. Barangsiapa puasa sehari pada bulan Rajab, maka ia akan dikaruniai minum dari sungai tersebut".
Riwayat (secara mursal) Abul Fath dari al-Hasan, Nabi Muhammad Saw bersabda: "Rajab itu bulannya Allah, Sya'ban bulanku, dan Ramadan bulannya umatku."
Sabda Rasulullah SAW lagi : “Pada malam mi’raj, saya melihat sebuah sungai yang airnya lebih manis dari madu, lebih sejuk dari air batu dan lebih harum dari minyak wangi, lalu saya bertanya pada Jibril a.s.: “Wahai Jibril untuk siapakan sungai ini ?”Maka berkata Jibrilb a.s.: “Ya Muhammad sungai ini adalah untuk orang yang membaca salawat untuk engkau di bulan Rajab ini”.

Mengamalkan Hadis Daif Rajab

Ditegaskan oleh Imam Suyuthi dalam kitab al-Haawi lil Fataawi bahwa hadis-hadis tentang keutamaan dan kekhususan puasa Rajab tersebut terkategori dha'if (lemah atau kurang kuat).

Namun dalam tradisi Ahlussunnah wal Jama’ah sebagaimana biasa diamalkan para ulama generasi salaf yang saleh telah bersepakat mengamalkan hadis dha’if dalam konteks fada’il al-a’mal (amal- amal utama).

Syaikhul Islam al-Imam al-Hafidz al- ‘Iraqi dalam al-Tabshirah wa al- tadzkirah mengatakan:

“Adapun hadis dha’if yang tidak maudhu’ (palsu), maka para ulama telah memperbolehkan mempermudah dalam sanad dan periwayatannya tanpa menjelaskan kedha’ifannya, apabila hadis itu tidak berkaitan dengan hukum dan akidah, akan tetapi berkaitan dengan targhib (motivasi ibadah) dan tarhib (peringatan) seperti nasehat, kisah-kisah, fadha’il al-a’mal dan lain
www.pesantrenvirtual.com

Fadilah dan Rahasia Bulan Rajab

Bulan ini dijuluki sebagai Syahrullah (bulannya Allah SWT), yang merupakan salah satu bulan suci umat Islam. Allah SWT memberikan kemuliaan kepada hamba-hamba-Nya dengan diciptakannya bulan ini; dibuktikan dengan sabda Rasulullah SAW, “Rajabun Syahrullah” “Rajab adalah bulannya Allah SWT.” Tak seorang pun mengerti apa yang Dia bukakan kepada hamba-hamba-Nya kepada seluruh ciptaan-Nya di bulan ini. Di bulan ini begitu berlimpahnya kehormatan dan kebahagiaan dapat diperoleh, bahkan tak terhingga. Mawlana Syekh Abdullah Fa’iz ad-Daghestani QS mengatakan—yang disampaikan oleh Mawlana Syekh Nazim Adil al-Haqqani QS, “Allah SWT tidak memperkenankan kalam-Nya untuk mencatat amal kita di bulan ini, kecuali dengan ‘perangkat surgawi’ yang disebut “Yad al-Qudra”, yaitu “Kekuatan yang Dahsyat.”


Allah SWT menyaksikan dan menerima amal hamba-hamba-Nya tidak dengan pengertian “fa man ya’mal mitsqala dzarratin khayran yarrah, wa man ya’mal mitsqala dzarratin syarray yarrah.” Di bulan ini, siapa pun yang berbuat amal baik, amal saleh, akan secara langsung tercatat dengan perantaraan Qalam al-Qudra, suatu kekuatan pencatat amal “non konvensional” yang tidak pernah Allah SWT berikan kepada para malaikat pencatat amal sekalipun. Ini merupakan “Kalam Ilahiah” yang “jauh di atas” kemampuan para malaikat untuk mengembannya. Kalam ini adalah kalam yang ketika Allah SWT memerintahkannya untuk menulis kalimat La ilaha ill-Allah sebelum diciptakannya alam semesta beserta segala isinya. Kalam Ilahiah tersebut melaksanakan perintah seraya gemetar selama 70.000 tahun dalam hitungan Allah SWT. Kemudian Dia memerintahkan untuk menulis Muhamadur-rasulullah SAW. Pada saat itu kalam sempat bertanya, “Wahai Tuhanku, siapakah gerangan yang Kau taruh namanya bersamaan dengan nama-Mu?” Serta merta Allah SWT menjawab; “Law la Muhammad ma khalaqtahu ahadan min khalqihi”, yang artinya “Kalaulah bukan untuk Muhammad SAW kekasih-Ku, tidak akan pernah Kuciptakan apa pun di alam semesta ini!” Kalam ini berada di Hadirat Ilahi, tidak diberikan-Nya kepada segenap para malaikat. Kalam Ilahiah tersebut akan diserahkan kepada Junjungan Nabi Besar Muhammad SAW kelak di Hari Penghitungan (Yawmul Hisab). Kalam inilah yang menulis semua amal kebaikan umat manusia yang beriman di bulan Rajab ini. Sekecil apa pun kebaikan yang dilakukan akan tercatat sedemikian rupa sehingga tetap akan sulit untuk memperoleh timbangan keseimbangannya.

Untuk setiap amal kebaikan yang dilakukan, Allah SWT akan memberikan hamba-hamba-Nya ganjaran yang tidak pernah diberikan-Nya pada kesempatan yang lain. Ganjaran akan berlipat ganda dalam bentuk ma'arij. Pada bulan ini Allah SWT memberikan ma'arij kepada umat manusia, hamba-Nya yang berbuat amal saleh, atas segala amalnya tersebut. Siapa pun yang berbuat kebaikan pasti akan diberi ganjaran mi'raj (kenaikan), dan mi'raj tersebut akan mengangkat hamba yang bersangkutan ke derajat di mana meskipun ia berbuat amal saleh secara sempurna selama setahun penuh untuk kembali ke permulaan bulan Rajab di tahun kemudian, maka amal kebaikan tersebut sebenarnya "tidak mampu" mengimbangi amal kebaikan terkecil yang dilakukan di bulan Rajab ini. Subhanallah! Ingatlah, hal ini sebenarnya masih merupakan setetes makna dan realitas fadilah bulan Rajab. Maka sungguh logis bahwa setiap tahunnya para awliya, para kekasih Allah SWT, hamba-hamba-Nya yang saleh dan salehah selalu menantikan kehadiran bulan Rajab. Para awliya akan menggunakan kesempatan Rajab untuk khalwat, bulan di mana penggapaian dan perolehan pancaran rahmat dan ilmu secara sangat luas terjamin oleh Allah SWT sebagai ganjaran ibadah khalwat tersebut. Oleh karena itu, khalwat dimulai di bulan Rajab. Jika seseorang ingin melaksanakan khalwat—adalah di bulan Rajab—bukan di bulan suci Ramadan. Di bulan Ramadan telah disediakan waktu yang afdhal untuk iktikaf.

Di bulan ini amal akan dilipatgandakan secara tatada 'afuw fihi al 'amaal. Amal kebaikan akan dibalas, diberikan ganjarannya bagaikan reaksi atomik. Apa yang diberikan Allah SWT selalu berkelipatan secara terus-menerus, khususnya di bulan Rajab—tidak akan ada yang pernah mengerti proses penghitungannya khususnya ketika dilaksanakan oleh Qalam al-Qudra. Kalam hanya menunggu perintah-Nya, apa pun yang akan dicatat sebagai suatu 'tabungan' amal saleh seluruh hamba, dan kalam ini kelak akan diberikan kepada Nabi Muhammad SAW. Kalam ini bukanlah termasuk 'malakun muqarrab', yakni kalam yang telah diberikan kepada para malaikat. Ini dibuktikan dengan firman-Nya, melalui Nabi Muhammad SAW, “Rajabun Syahrullah wa Sya’banu Syahri” – “Bulan Syakban adalah bulanku” (sabda Nabi SAW). Sehingga pada hakikatnya menjelaskan kepada kita semua, segala bentuk kebaikan yang bertaut dengan kepatuhan dan cinta kepada Nabi SAW—akan dicatat sendiri oleh kalam beliau. Terdapat Kalam Allah (Qudra) dan juga Kalam Rasul SAW. Allah SWT memberikan kehormatan tersebut kepada Nabi SAW, sejak beliau masih berada di alam dunia; dan ketika semua ciptaan-Nya mengucapkan salam dan selawat kepada beliau, maka akan dicatat langsung oleh Nabi Muhammad SAW.

Sedemikianlah Allah SWT memberikan kemuliaan dan kelebihan derajat kepada umat Nabi SAW jauh di atas umat lainnya, sedemikian tingginya sehingga perbuatan baik yang dilaksanakan dengan penuh kesadaran dan keikhlasan, walaupun sedikit saja, akan tercatat secara akumulatif (non stop). Para malaikat tidak memiliki wewenang sebagaimana yang telah dijelaskan tadi; 'laysa andahum salahiyyat.' Para malaikat diberikan wewenang untuk mencatat amal manusia, tetapi tidak untuk memberi pahala. Allah SWT-lah yang memberi pahala; tetapi Allah SWT pun memberi Sayyidina Muhammad SAW wewenang dan kehormatan untuk memberi pahala. Itulah sebabnya mengapa Allah SWT berfirman, “Rajabun Syahrullah,” yang pada hakikatnya mengimplikasikan “Aku memberikan pahala kepada hamba-Ku di bulan ini” dan Nabi SAW bersabda, “Wa Sya’banu syahri.” Beliau tidak bersabda, “Wa Syabanu syar al- rasul.” Nabi SAW bersabda, “Wa Sya’banu syahri” “mengimbangi” pernyataan “Rajabun syahrullah.” “Apa yang Allah SWT berikan kepadaku adalah untuk umatku, jadi segala yang aku berikan adalah untuk kebaikan umat.” “Apa yang Allah SWT berikan di bulan Rajab adalah untuk kebaikan umat dan Allah SWT memberikan pahala di bulan Rajab tanpa batas. Biasanya Allah SWT membalas suatu kebaikan dengan kelipatan sepuluh derajat.

Ketika Allah SWT membalas tanpa hisab (perhitungan) tiada seorang pun yang mengetahui. Hal tersebut berada di luar batas pemahaman manusia dan mizan (timbangan). Apa yang Nabi SAW berikan juga di luar batas perhitungan manusia dan malaikat, sebab ketika Nabi SAW memberi, beliau tidak memberi dari maqamnya ketika beliau masih hadir secara fisik di dunia 14 abad yang lalu, tetapi Nabi SAW memberinya dari maqam beliau terkini dengan ma'arij-nya. Apakah kita berpikir bahwa Nabi SAW hanya melakukan sekali mi'raj? Di Malam Kenaikan ketika Nabi SAW dimuliakan dan diundang Allah SWT untuk melaksanakan perjalanan lintas dimensi; apakah kita berpikir bahwa Nabi SAW 'diangkat' –kembali ke bumi—lalu berhenti dan selesai? Nabi SAW berada dalam maqam ma'arij tanpa mengenal batas dimensi ruang dan waktu. Ketika Allah SWT memberi sesuatu kepada kekasih-Nya, Dia tidak menahan dan mengambilnya kembali. Allah SWT tidak berfirman; "Ini untukmu wahai Muhammad SAW, lalu setelah selesai engkau kembali ke tempatmu semula.” Tidak, tidak demikian. Allah SWT tetap melestarikan kondisi tersebut mulai dari satu hari 1400 tahun yang lalu ketika Nabi SAW melakukan mi’raj dalam Laylat al Israa'i wal-Mi’raj, beliau tetap bermi'raj ke Hadirat Allah SWT. Jadi menurut kita, apa kiranya yang Nabi SAW akan berikan? Apakah beliau memberi pahala dari keadaannya 1400 tahun yang lalu atau memberi dari tingkatannya sekarang? Dan Nabi SAW bersabda, “Allah SWT mengangkatku mitslayni mitslayni”, yakni dalam tingkatan yang lebih tinggi ganda, ganda, ganda, ganda dan berkali-kali lipat lagi. Setiap saat bertambah menjadi ganda kemudian berlipat empat dan seterusnya seperti itu. Lantas minimal sejak 14 abad lampau sampai sekarang, sudah berapa jauh perjalanan Nabi SAW dalam ma'arij-nya? Seseorang yang melakukan pujian kepada beliau di saat sekarang, tentu saja Nabi SAW memberinya balasan dari tingkatannya pada waktu yang sama.

Suatu manifestasi dari ikrar kesetiaan (bay’at), cinta (mahabbah), dan kepatuhan antara umat dan pemimpin berasal dari anwaar (cahaya) yang Nabi SAW sandang sebagai anugerah Allah SWT. Beliau disandangkan-Nya dengan segala tajali yang tidak seorang pun dapat menggambarkannya. Allah SWT menyandangkan Kekasih-Nya mitslayni mitslayni. Setiap saat tajalinya menjadi ganda dan ganda. Setiap saat Allah SWT menyandangkannya dengan cahaya dan rahasia membuatnya berada dalam Samudra Asma dan Sifat. Beliau berenang dalam Bahr al-Asmai wal sifat. Apa yang Allah SWT berikan kepada Sayyidina Muhammad SAW, tidak dapat seorang pun yang mampu mendeskripsikannya.

Hal tersebut berada dalam hati para awliya, meskipun mereka sebenarnya tidak mampu bagaimana mengekspresikannya. Tidaklah heran mengapa Sayyidina Abu Hurayra RA berkata, “Hafizhtu an Rasulillah wi'a ain,” “Aku dapat mengingat dua pengetahuan dari Rasulullah SAW." Salah satunya dapat kuceritakan kepada khalayak ramai; tetapi yang satunya lagi jika aku katakan mereka pasti akan memenggal leherku. Beberapa golongan ulama berkata bahwa hal ini merujuk pada tanda-tanda Hari Akhir. Hal ini tidak benar. Hal tersebut merujuk pada rahasia tingkatan Rasulullah SAW dan apa yang Allah SWT berikan kepada umat beliau. Umat ini adalah ummatan marhuma (diberikan rahmat) dan ummatan maghfira (diberikan pengampunan). Kita sebagai umat beliau diberikan pengampunan-Nya sebagaimana kecintaan yang terpancar oleh-Nya kepada Nabi SAW.

Dengan kata lain Rajabun syahrullah Sya’banu syahri berarti, ‘kalian memasuki milikku.’ Rasulullah SAW bersabda, “Sya’banu syahri.” Beliau tidak bersabda, “Sya’banu syahr al-Nabi” atau “Syahr Rasulullah.” Hal itu lebih menekankan atas kepemilikan (properti) Rasulullah SAW. Syahri berarti “Ini milikku. Kalian memasuki properti pribadi.” Ketika kita berdiri dan mengucapkan, “as-salaamu alayka ya Rasulallah SAW” dalam syahr Sya’ban, kita memasuki properti Muhammad SAW. Bisakah orang yang memasuki properti Rasulullah SAW masuk neraka? Jelas tidak, selesai! Allah SWT akan mengampuninya karena berkah dari Sayyidina Muhammad SAW. Jangan membayangkan jika kalian melangkahkan satu kaki ke dalam Surga lantas kalian akan dilemparkan ke neraka, sebab setiap Surga itu hidup. Apa yang berhubungan dengan akhirat adalah hidup. Surga selalu hidup dengan kehidupan di dalamnya. Ketika kita memasuki sesuatu dengan kehidupan di dalamnya, Allah SWT tidak akan melemparkan kita kembali ke neraka. Di saat kita melangkah ke dalam properti milik Sayyidina Muhammad SAW dan masuk ke dalam hadiratnya dengan salam dan selawat, siapa yang dapat mengambil kembali? Selesai! Rasulullah SAW akan mengadakan perbincangan dengan Ilahi Rabbi, “Ya Rabb, Ya Allah SWT mereka adalah umatku, mereka semua adalah pelayan-Mu, hamba-Mu.” Ia percaya kepadaku, ia masuk ke dalam propertiku, masuk ke dalam surgaku.”

Allah SWT akan berfirman, “Ambil dia! Aku berikan wewenang syafa'at kepadamu wahai Muhammad SAW. Mengapa Aku memberimu syafa'at? Bawa mereka semua ke mana pun engkau hendaki. Tempatkan mereka bersamamu wahai kekasih-Ku.” Kemudian Rasulullah SAW dianugrahi-Nya surga khusus untuk seluruh umatnya yang percaya kepadanya, memujinya, mencintainya, merasakan kehadirannya setiap saat, dan memanggilnya. Mereka akan diberi balasan. Mereka akan menjadi fi maqadi shidqin 'aind maliikin muqtadir. Mereka yang percaya kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW, tetapi tidak merasakan suatu proses rasa kehadiran (muraqabah) yang kemudian dilanjutkan dengan tindakan malas untuk menyeru, akan juga berada di surga yang sama namun mereka akan terselubung dari pandangan Rasulullah SAW.

Wahai mu'min, wahai orang-orang yang beriman, apa yang ada di kalbu para awliya begitu luas, sehingga bila setetes kecil saja ditempatkan di alam ini maka alam ini akan menjadi abu dari pancaran tajali-Nya. Allah SWT tidak akan memberikan izin kepada para wali untuk mengungkapkan sampai mereka mendapat dukungan kekuatan penuh dari Sayyidina Imam Mahdi AS kelak, Insya Allah. Banyak wali telah lama menanti, menanti, dan dengan sabar menanti—sehingga tidak sedikit dari mereka dalam penantiannya tersebut kembali ke hadhirat Ilahi Rabbi. Kita layak untuk selalu berharap, sebagai pengikut Baginda Nabi SAW, para sahabat beliau, pengikut para wali Allah, pengikut Mawlana Syekh Nazim Adil Al-Haqqani QS, kiranya Allah SWT memanjangkan usia kita untuk sempat berjumpa dengan Imam Mahdi AS, untuk menikmati indahnya rahasia-rahasia dari dalam kalbu mereka (para wali).

Ketika kalian masuk ke dalam samudra ilmu Allah SWT, hal ini dapat membuat 'mabuk.' Jadi, pada akhirnya sudah tidak pantas untuk bersandar pada alam logika. Hal tersebut berada di luar batas pikiran kita. Seraya Ramadan menghampiri kita—wa Ramadhanu syahrul ummati—Marhaban Yaa Syahrul Ramadhan! Ini berarti setelah Allah SWT menyandangkan umat Nabi SAW dengan cahaya dari Bahr ul-Qudra, dari Samudra Kekuatan—Samudra Keindahan—Dia menyandangkan lagi dengan cahaya dan perwujudan Asmaa dan Sifat-Nya. Kemudian Dia mengirimkan mereka kepada kekasih-Nya untuk menyandangkan mereka dari samudra milik beliau. Kemudian dengan dua busana yang telah dipakai sejak Rajabun syahrullah dan Sya’banu syahri ini umat memasuki Ramadan untuk diberi penghargaan dengan puasa sebagai perwujudan syukur kepada Allah SWT atas apa yang telah diberikan kepada umat dalam syahr Rajab dan apa yang Nabi SAW berikan dalam syahr Sya’ban. Allah SWT memberi mereka pahala. Mereka akan disandangkan dengan busana ini dalam syahru Ramadan dan akan diperlihatkan kepada para malaikat.

Para malaikat—menurut Syekh Abdullah Fa'iz ad-Daghestani QS dan Mawlana Syekh Nazim Adil Al-Haqqani QS, akan berdiri kebingungan ketika perhatian mereka tertuju pada umat yang mengambil kesempatan secara optimal untuk beribadah secara ikhlas dan kontinu di bulan Rajab dan Syakban. Mereka yang tetap menjaga adab Rajab dan Syakban—mereka adalah bagian yang istimewa dan sungguh beruntung dari keseluruhan umat. Tidak semua bagian dari umat mampu melaksanakannya. Untuk orang-orang istimewa ini, yang tetap menjaga adab Rajab dan Syakban, ketika memasuki bulan suci Ramadan para malaikat akan tercengang keheranan. “Siapa mereka ini? Jenis tajali apa yang mereka sandang?” Begitulah rasa keingintahuan para malaikat. Pada akhirnya para malaikat merasa malu untuk mencatat amal mereka sebab apa pun yang akan malaikat catat untuk mereka di bulan Ramadan, orang-orang tersebut telah dihiasi dengan cahaya yang belum pernah dibukakan sebelumnya. Nur yang pada akhirnya dibukakan itu disebabkan oleh tajali dan ma'arij Rasulullah SAW. Para malaikat terkejut, heran, sampai dengan tahap 'bingung' tidak tahu apa yang harus dilakukan. Itulah sebabnya mengapa Allah SWT berfirman bahwa sepuluh hari terakhir dari Ramadan adalah atqun minal naar, yakni bebas dari api neraka. Amin Yaa Rabbul'alamiin.
Mawlana Syaikh Muhammad Hisyam Kabbani QS (www.naqshbandi.org)

Keutamaan Bulan Rajab

“Dan bersegeralah kamu memohon ampunan dari Tuhannmu, dan bersegera pula menuju sorga seluas langit dan bumi, ia sediakan bagi mereka yang bertakwa.” (QS Ali Imran 3:133) 



Nabi saw. bersabda:
“Siapa menyambut kehadiran malam pertama bulan Rajab, dengan aktifitas keagamaan, seperti shalat malam, baca Qur’an, dzikir dan lain-lain, maka ia berjiwa hidup sekalipun umumnya manusia mati hatinya, dan Allah mencurahkan kebaikan dari (fikiran) bawah kepalanya, ia bersih dari dosa seperti baru lahir dari kandungan ibunya, dan ia diizinkan mensyafa’ati 70.000 ahli berdosa yang seharusnya di neraka.” (Demikian dikutip dari kitab Lubil Albab, karya Maula Tajul ‘Arifin/A’rajiyah).


“Camkanlah, bahwasanya Rajab adalah syahrullah yang pekak, siapa puasa satu hari pada bulan itu penuh keyakinan dan keikhlasan, maka dapat dipastikan keridlaan Allah yang besar padanya. Dan siapa puasa 2 hari, maka seluruh masyarakat langit dan bumi tidak sanggup mensifati besarnya karamah Allah yang diberikan kepadanya. Dan siapa puasa 3 hari, maka ia diselamatkan dari mala petaka di dunia dan siksa di akherat, juga terbebas dari penyakit gila, kusta dan sejenisnya, serta dari ancaman dajjal. Siapa puasa 7 hari, maka tertutuplah baginya 7 pintu neraka Jahanam, siapa puasa 8 hari, maka terbuka baginya 8 pintu sorga, siapa puasa 10 hari, maka segala permohonannya dikabulkan oleh Allah Swt. Dan siapa puasa setengah bulan, maka diampuni dosa-dosa yang terdahlu, dan amal jahatnya diganti dengan amal baik, dan siapa menambah puasanya maka Allah juga menambah pahalanya.” (Zubdah)


Nabi Saw. bersabda:
“Di malam Isra’-Mi’raj, aku melihat sebuah begawan, airnya manis melebihi madu, sejuk melebih es, harum melebihi kasturi. lalu kutanyakan kepada Jibril, Jawabnya: ‘Benganwan itu disediakan bagi orang yang bershalawat kepadamu di bulan Rajab.’”
Muqatil ra. berkata: “Bahwasanya di balik bukit Kof itu ada tanah putih, debunya seperti perak, seluas 7x alam dunia, dipenuhi jamaah malaikat, seandainya ada sebatang jarum terjatuh, pasti mengenai mereka. Setiapnya berbendera “LAAILAAHA ILLALLAAH MUHAMMADUR RASUULULLAH”. Mereka berhimpun setiap malam Jumat bulan Rajab di sekeliling bukit Kof. mereka merendah memohon selamat bagi umat Muhammad saw., do’a mereka berikut:
RABBANARHAM UMMATA MUHAMMADIN WALAA TU’ADZ-DZIBHUM.

Artinya:
” Ya Tuhan, kasihanilah umat Muhammad dan janganlah mereka tersiksa”. Dan mereka (para malaikat) beristighfar, menunduk pada Allah hingga Shubuh. Maka Allah berfirman: “Hai para malaikatKu, demi Kemulyaan dan KeluhuranKu, Aku telah mengampuni mereka.” (Majalisul Abrar)

Abu Bakar berkata: “Ketika lewat sepertiga malam Jum’at bulan Rajab, seluruh malaikat langit dan bumi berhimpun di Ka’bah, lalu Allah memandang penuh rahmat kepada mereka, FirmanNya: “Hai malaikatKu, mohonlah yang kau inginkan! Jawab mereka: “Ya Tuhan, ampunilah orang yang puasa Rajab, FirmanNya: “Aku telah mengampuni mereka”.
Dikatakan pula bahwa setelah Rajab habis (hitungan bulannya), maka ia naik ke langit, lalu Allah SWT. Befirman: ” Hai bulanKu, apakah mereka mencintai dan memulyakanmu. Maka diamlah Rajab, hinga ditanya dua tiga kali, kemudian jawabnya: “Ya Tuhan, Engkaulah Yang pandai merahasiakan segala cacad dan cela, dan Engkau pula yang menyuruh makhlukMu supaya merahasiakannya pada lain orang, itulah sebabnya RasulMu menyebutku “pekak”, aku semata hanya mendengan kebaktian mereka, ketaatan dan kebaikan mereka, lain tidak. Selanjutnya Allah berfirman: “Engkau bulanKu yang pandai menyimpan cacad dan pekak hamba-hambaku yang ber’aib, Aku terima mereka berikut ‘aib/cacadnya berkat kehormatanmu seperti halnya Aku terima kamu berikut ‘aib/cacadmu. Aku mengampuni mereka sebab menyesali dosa mereka 1x dalam bulan Rajab, dan dalam bulan itu pula Aku tiada mencatat kemaksiatan mereka.” (Misykatul Anwar).


Nabi SAW, bersabda:
“Bahwasanya Rajab itu bulan Allah, Sya’ban bagiku dan Ramadhan bagi umatku.”
Disebut dengan Rajab, karena bangsa Arab telah memulyakan dan mengagungkan bulan tersebut, diantaranya mereka sambut dengan membuka pintu Ka’bah untuk umum selama bulan itu, padahal di bulan lainnya tidak dibuka kecuali hari Senen dan Kamis. Sahut mereka: ” Bulan ini adalah bulan Allah, dan rumah ini adalah Baitullah, dan bangsa ini adalah hamba Allah, maka tiada larangan bagi hambaNya memasuki Baitullah dalam bulan ini.” (A’rajiyah).

Hikayah:
Ada seorang wanita di Baitul Muqaddas yang taat beribadah kepada Allah SWT., bila bulan Rajab tiba, ia sambut dengan membaca surat Ikhlash 10x, pakaian kebesarannya dilepas dan ia ganti pakaian biasa. Tiba-tiba pada suatu bulan Rajab, ia jatuh sakit dan berpesan kepada anaknya, jika ia meninggal supaya dimakamkan berikut pakaian yang biasa dibuat menyambut bulan Rajab. Ternyata sesudah ia meninggal, anaknya merasa malu kepada umumnya masyarakat bila memenuhi pesan ibunya, maka dibungkuslah mayat ibunya dengan kain kafan yang mahal.
Dan pada suatu malam ia mimpi bertemu ibunya, kata ibu itu: “Hai anakku, kenapa engkau abaikan pesanku, sungguh aku tidak rela padamu”. Alkisah, bangunlah ia, rasa terkejut dan takut meliputi dirinya. Maka pagi harinya, ia menggali makam ibunya, namun mayat tiada, dan cemaslah ia sambil menangis. Di tengah-tengah menangis terdengarlah suara memanggilnya: “Ketahuilah bahwasanya siapa memulyakan bulanKu (Rajab), Aku tidak bakal membiarkannya kesepian di dalam kubur”. (Zubdatulwa’idhin)


Dari ‘Aisyah ra., Nabi SAW bersabda:
“Kelak di hari Kiamat seluruh manusia dalam keadaan lapar, kecuali para Nabi dan keluarga mereka, serta orang-orang yang berpuasa Rajab, puasa Sya’ban dan puasa Ramadhan, mereka tetap dalam keadaan tenang, tidak merasa lapar atau pun dahaga.” (Zubdatul wa’idhin)


Diriwayatkan dalam hadits:
“Ketika Kiamat telah tiba, terdengalah panggilan: “Dimanakah keluarga Rajab ? Lalu keluarlah nur-cahaya, diikuti Jibril dan Mikail, serta keluarga Rajab. Kemudian mereka bergerak melintasi shirath bagai kilat menyambar, dan bersujud kepada Allah SWT menyampaikan rasa syukur mereka kepadaNya. Allah berfirman: “Hai keluarga Rajab, pada hari ini kalian boleh mengangkat kepalamu, sungguh kalian telah bersujud di dunia di bulanKu, silahkan mengambil tempat masing-masing” (Raunaqul Majalis)


Hikayah:
Dari Tsauban, katanya: “Adalah kami bersama Nabi SAW lewat di suatu kuburan, lalu beliau SAW menangis dan berdo’a: Ketika hal itu kutanyakan, Jawabnya: “Ya Tsauban, mereka yang berada di kubur itu tengah menderita siksa, lalu aku berdo’a, dan allah meringankan siksa mereka”. Kemidan sabdanya: “Ya Tsauban, seandainya mereka puasa sehari di bulan Rajab, dan tiada tidur malamnya, pasti mereka tidak menderita siksaan kubur.” Lalu akupun bertanya: ” Ya Rasul, benarkah berbuat demikian dapat meringankan siksa kubur. Jawabnya: “Ya Tsauban, demi Allah Yang Mengutusku menjadi Nabi, tiada seorang muslim pria atau wanita puasa sehari di bulan Rajab dan beribadah di malamnya secara ikhlas karena Allah, kecuali Allah mencatatnya seperti beribadah satu tahun, puasa di siang hari, dan beribadah / shalat di malamnya.” (Zubdatul wa’idhin)
disarikan dari durrotun Nashihin dan Nujhatul majalis.

Sabtu, 28 Mei 2011

Memperbaiki Niat

wajib bagi Hamba Allah, untuk memperbaiki niat dan mengikhlaskan niat dan bertafakur akan niat sebelum memasuki amal/sebelum negerjakan sesuatu amal ibadah.
Karena sesunggunya niat itu adalah pondasi atau dasar amal, dan amal mengikuti niat mengenai baik dan buruknya, rusak dan selamatnya.

Telah bersabda RasuluLlah SAW, Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya . dan bagi setiap manusia tergantung dari apa yang ia niatkan.

Dan seyogyanya seorang hamba Allah, tidak mengucapkan suatu perkataan atau tidak mengamalkan suatu amal perbuatan atau berkehendak mengerjakan sesuatu apapun kecuali DINIATKAN untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mencari pahala yang baik di sisiNya .

 Tidak akan dapat terjadi pendekatan diri kepada Allah Ta’ala kecuali dengan apa yang telah disyari’atkan oleh Allah melalui Lisan RasulNya dari beberapa perbuatan fardhu, dan sunnah, . bahkan perbuatan yang mubah menjadi sebab mendekatnya diri kepada Allah karena niatnya baik. seperti orang yang ketika makan ia berniat untuk mendapatkan kekuatan dalam menjalankan ta’at kepada Allah Ta’ala, atau ketika menikah diniatkan untuk mendapatkan keturu yang nantinya mereka akan menjadi orang yang ahli beribadah kepada Allah .

Dan disyaratkan di dalam niat yang baik,  harus dilanjutkan dengan amal perbuatannya. Misal orang yang mencari ilmu dan ia bercita-cita akan mengamalkan ilmunya, maka apabila ia tidak mengamalkan ilmu yag telah pernah diperolehnya ketika dia mampu untuk mengamalkannya, maka niatnya yang demikian itu bukanlah niat yang benar / niyatushoodiqoh.

Demikian juga orang yang mencarfi harta dunia dengan niatnya agar ia tidak merepotkan orang lain, dan mnyedekahkannya kepada orang yang membutuhkan dari orang-orang yang miskin, atau untuk memperat silaturrahmi dengan hartanya itu, apabila ia tidak melaksanakkannya apa yang ia niatkan ketika dia mampu maka niat yang demikian ini bukanlah termasuk inat yang benar atau niat yang Shoodiqoh.

Haruslah dipahami, bahwa niat yang baik itu tidak dibenarkan dalam amal perbuatan yang buruk, misalnya orang yang ikut mendengarkan pembicaraan ghaibah kepada sesama muslim yang mana dalam mendengarkannya tersebut dia berniat untuk menyenangkan hati orang yang sedanng ghaibah / membicarakan aib saudara se muslim,maka niatnya yang demikian ini bukanlah niat yang baik bahkan ia termasuk salah seorang diantara yang ikut ghaibah tersebut. Dan barang siapa yang diam diri dari amar ma’ruf dan nahiii munkat dan dia mendakwakan bahwa niatnya itu agar tidak menyakiti hati orang yang melaksanakan perbuatan munkar, maka niat yang demikian ini bukanlah termasuk niat yang baik bahkan ia termasuk juga ke dalam golongan yang mellaksanakan kemungkaran.

Demikian juga perbuatan yang baik, tetapi niatnya tidak baik juga tidak akan menghasilkan pahala yang baik di sisi Allah, seperti orang yang melakukan amal salih akan tetapi niatnya untuk mendapatkan kedudukan atau supaya dipuji oleh orang lain atau untuk mendatkan keuntuknagn materi.

Maka bersungguh-sungguhlah wahai saudaraku, agar niatmu dalam melakukan amal salih sebatas untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mencari keridhoan Allah dan niatkanlah semua amal yang dibolehkan / Mubaahat hanya untuk menambah ketaatan kepada Allah Ta’ala.

Dan ketahuilah sesungguhnya bisa terjadi juga satu amal shaleh di niatkan dengan beberapa niat yang baik dan mendapatkan pahala secara sempurna dari tiap-tiap niat tersebut, misalnya orang yang membaca Al-Qur’an dia niatkan untuk bermunajat kepada Rabb nya, atau ia niatkan agar orang yang mendengarkannya mendapat faidah atau manfaat dari apa yang ia baca.

Dan semisal perbuatan mubah dalam hal makan, dimana ia niatkan dalam makan tersebut untuk menjalankan perintah Allah, karena Allah telah berfirman di dalam Al-Qur’anul Kariim “Wahai orang-orang yang beriman, makanlah kamu sekalian dari rizki yang baik yang Aku berikan kepada kamu semua”.
Dan berniat pula dalam memakan makanan adalah untuk mendapatkan kekuatan dalam menjalankan ta’at kepada Allah dan juga dapat diniatkan pula untuk melahirkan rasa syukur kepada Allah. sesuai dengan firman Allah di dalam kitabNya L”makanlah kamu sekalian dari rizki yang diberikan kepadamu dan bersyukurlah kepadaNya”.

Bersabda Rosulullahi SAW-“Sesungguhnya Allah mencatat perbuatan baik dan buruk…” selanjutnya RasuluLlah SAW menerangkan bahwa-“barang siapa mempunyai tujuan baik sedangkan ia tidak melaksanakannya maka Allah mencatat di sisiNya sebagai satu amal kebaikan yang sempurna. Dan barang siapa yang mempunyai niat baik juga ia melaksanaknnya maka Allah mencatatnya sebagai 10 kebaikan sampai 700 kebaikan bahkan sampai berlipat dengan kelipatan yang banyak. Dan jika ia berniat keburukan akakan tetapi tidak mengamalkannya, maka dicatatlah ia sebagai satu kebaikan, dan apa bila ia mengamalkannya maka hanya di catat sebagai satu keburukan saja”.

disarikan dari, risalatul muawwanah, pasal 2

Jumat, 20 Mei 2011

Memperkuat Keyakinan


oleh Ibnu Qosim pada 20 Mei 2011 jam 21:19
wajib bagi semua Hamba Allah, untuk memperkuat keyakinan dan mempercantiknya, karena sesungguhnya yakin apabila telah menetap di hati dan meluas di dalamnya maka segala sesuatu yang ghaib akan terlihat nyata, dan pada yang demikian ini maka berkatalah orang-orang yang yakin, sebagaimana yang dikatakan Aly ra. wakarromallahu Wajhah

‘apabila disingkapkan tabir, maka akan bertambahlah keyakinan’.

Dan yakin sesungguhnya adalah ibarat dari kekuatan iman yang meresap ke dalam jiwa yang menghilangkan segala keragu-raguan sehingga di dalam hati sama sekali bersih dari keadaan ragu-ragu dan cemas.. dan syaithan tidak akan mampu mendekat kepada mereka yang hatinya dipenuhi dengan yaqin bahkan mereka akan lari terbirit-birit mencari keselamatan.

Sebagaimana yang disabdakan Rasulullah SAW:

“Sesungguhnya syaithan menjauh dari bayang-bayang Umar. . tidaklah sekali-kali Umar melewati suatu jalan, melainkan syaitan pasti melewati jalan yang lainnya–agar tidak berpapasan.

Yakin akan menjadi kuat dengan beberapa sebab diantaranya;

1. Hendaknya mencurahkan segala perhatian dan hati dan memperhatikan dengan telinga untuk mendengarkan ayat dan hadist yang menunjukkan kebesaran Allah Azza wa Jalla dan kesempurnaanNya, dan keagunganNya, dan kekuasaanNya dan kesendirianNya dalam mengatur urusan semua makhluk, dan kekuasanNya, serta memperhatikan akan kebenaran para Rasul As dan kesempurnaan mereka, dan terhadap apa-apa yang menguatkan risalah mereka dari beberpapa mukjizat, demikian juga memperhatikan mereka yang mendustakan Rasul hingga mereka mendapat siksa dari Allah , dan memperhatikan dengan segenap hatinya apa yang akan datang kelak di hari akhirat berupa pahala yang bagus dari Allah yang dijanjikan bagi hambanya yang beriman dan berbuat kebajikan, demikian juga siksa yang akan dihadapi orang-orang yang berbuat maksiyat –
Firman Allah:
‘Apakah belum cukkup sesungguhnyan Kami turunkan kepada kamu Al-Kitab yang dibacakan kepada mereka.

2. hendaklah melihat dengan i’tibar pada kerajaan langit dan bumi dan apa yang diciptakan Allah dari ciptan-ciptaan yang sangat aja’ib. Dan memperhatikan permulaan adanya segala yang diciptakan. –‘Dan akan Aku perlihatkan kepada mereka ayat-ayatKu di alam raya dan juga pada diri mereka hingga tampak jelas bahwasanya Allah Maha Benar’.

3. Hendaklah mengamalkan apa saja yang sesuai dengan keimanannya lahir bathin dan memperlihatkan keta’atan kepada Allah Azza Wa Jalla –‘Dan bagi orang-orang yang bersungguh-sungguh mencariKu niscaya akan Aku tunjukkan jalanKu’.

Dan buah dari yaqin adalah tanangnya hati akan janji Allah dan mantap dengan apa-apa yang sudah ditanggung oleh Allah dan menghadap dengan segenap jiwa raganya dan meninggalkan segala yang menyibukkannya dari Allah dan kembali pada setiap kesempatan kepaad Allah dan mencurahkan tenaga untuk mencari ridho Allah .

maka Yakin sesungguhnya adalah dasar/pokok. Sedangkan segala maqoomaat yang mulia , dan akhlak yang terpuji, dan amal sholih, adalah termasuk cabangnya, dan buahnya, sedangkan alkhlak dan amal adalah mengikuti yaqin dalam hal kuat dan lemahnya serta sehat dan sakitnya.

Luqman As. telah berkata,
“tidaklah amal akan terjadi kecuali setelah adanya yaqin. Dan tidak sekali-kali seorang hamba beramal kecuali sesuai dengan kadar keyakinannya. Dan tidaklah seseorang hamba mengurangi amalnya hingga berkuranglah keyakinannya..

 RasuluLlah SAW  bersabda,
“Al-Yaqiin, adalah iman seluruhnya. ,
Tiga  Tingkatan yaqin 
1.  tingkatan yaqin Ashabil Yamiin yaitu pembenaran mereka akan tetapi masih dimungkinkan mereka terserang ragu-ragu.  

2. Derajad Muqorrobiin yang mana imannya telah bersinar dalam hati mereka dan menetap di dalamnya sehingga tidaklah tergambar di dalamnya akan cacat imannya itu, bahkan akan tampak berlimpah di dalam dadanya.  

3.  Derajat Nabiyyiin yaitu derajad para Nabi AS. Dan para ahli warisnya yaitu para Shiddiqiin  dimana bagi Mereka sesuatu yang Ghaib adalah tampak nyata adanya. Dan dapat memberikan i’tibarnya dengan tersingkapnya tabir / kasyf .

disarikan dari Kitab Risatul Mu'awwanah Pasal 1

Jumat, 08 April 2011

Mantan Ahmadiyah bersyahadat

BOGOR – Penganut ajaran Ahmadiyah di Kampung Ciaruteun Udik, Desa Ciareteun Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, merasa senang sekaligus bahagia bisa kembali ke ajaran Islam yang benar sebagaimana termaktub dalam Al Qur’an dan Hadits.

Seorang pengajut Ahmadiyah, Nurhasan, usai mengucapkan Syahadat di Masjid Al Hasan, Selasa, tidak dapat menahan rasa harunya saat satu persatu orang mendatanginya untuk berjabat tangan dan memeluknya usai mengucapkan Syahadat di Masjid Al Hasan.
“Saya merasa senang dan tidak terasing lagi. Kini saya punya banyak keluarga serta bisa mengamalkan ajaran Islam,” katanya sambil menyeka air mata di wajahnya. Nurhasan pria berusia 47 tahun merupakan Jemaah Ahmadiyah turunan yang tinggal di RT 05/RW 02 Kampung Ciaruteun Udik, Desa Ciaruteun Udik, baru saja menyatakan ke Islamannya bersama empat orang anaknya.
Nurhasan mengatakan, sejak lahir ia dan keluarganya menjadi pengikut Ahmadiyah. Orang tuanya juga pengikut Ahmadiyah. Kembali ia bersyahadat untuk mengikuti Islam yang sebenarnya diakuinya atas keinginan sendiri, Ia pun mengatakan, sudah sejak lama ingin kembali ke Islam.
“Sudah lama saya ingin kembali, mungkin ini hidayah Allah SWT dan saya bisa kembali kepada keluarga serta saudara-saudara di kampung ini,” katanya. Dengan telah menyatakan syahadat Nurhasan mengatakan ia tidak minder lagi, kedepan ia akan ikut pengajian dan shalat berjamaah dengan warga yang lainnya.
Hal serupa juga dikatakan Pura pria usia 70 tahun, ayah dari Nurhasan. Ia mengaku kembali bersyahadat Islam atas keinginan sendiri. Ia bersama lima orang anaknya termasuk Nurhasan menyatakan ke Islamannya di hadapan para masyarakat, tokoh agama dan jajaran Muspika Cibungbulang.
“Saya menangis karena saya bahagia, saya terharu ternyata banyak yang peduli kepada saya saat saya menyatakan kembali ke Islam. Ada rasa plong di hati saya. Saya jadi banyak saudara,” katanya.
Siang itu menjadi sejarah baru di Kampung Ciaruteun Udik, Desa Ciareuteun Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor sebanyak 17 orang dari 29 orang warga Ahmadiyah menyatakan kembali bersyahadat Islam.
Sementara itu, Kepala Desa Ciaruteun Udik, Eros Kusniawati mengatakan, di daerahnya terdapat 18 kepala keluarga yang menjadi pengikut Ahmadiyah. “Pengikut Ahmadiyah ini ada 18 kepala keluarga dengan total sebanyak 95 orang. Mereka seluruhnya hidup membaur dengan masyarakat lainnya,” katanya.
Ia mengatakan, ada 29 orang Jemaah Ahmadiyah di kampungnya yang menyatakan kembali ke Islam. Pada ikrar syahadat yang dilakukan hari ini, baru 17 orang yang berirkrar, sisanya lima orang JAI belum mukallaf (Baligh-red) dan tujuh orang berhalangan hadir.
Salah satu dari JAI yang menyatakan ke Islamannya adalah anak dari ketua JAI Ciaruteun Udik. Yakni Budi Harto, ia putra dari Daya yang menjadi ketua JAI Ciaruteun. “Semoga dengan sadarnya anak dari ketua JAI ini dapat menyadarkan orang tuanya dan masyarakat lainnya sehingga mereka bisa kembali ke ajaran yang benar,” ucapnya.
“Ini adalah kewajiban kita untuk saling memperhatikan saudara kita yang tengah kembali ke jalan Allah. Kita akan terus membina dan mendampingi, kita mengajak mereka bersama-sama sholat berjamaah, dan pengajian rutin di masyarakat lainya,” katanya. REPUBLIKA
http://kabarnet.wordpress.com/2011/03/15/mantan-ahmadiyah-kembali-ke-islam-hati-saya-plong/

Sosialisasi Pergub Larangan Ahmadiyah

BOGOR--MICOM: Sosialisasi Peraturan Gubernur No 12 Tahun 2011 tentang pelarangan Ahmadiyah, di Kantor Desa Ciaruteun Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor diwarnai protes warga non-Ahmadiyah, Kamis (7/4) siang.

Warga non-Ahmadiyah yang menghadiri acara tersebut, menuntut kepastian dari pemerintah terkait keberadaan Ahmadiyah. “Jangan hanya dari mulut. Kami mau kepastian. Datang ke lapangan, Ahmadiyah masih beraktifitas,” kata Dadun, salah seorang tokoh masayarakat Ciampea Udik.

Dengan suara lantang, Dadun mengatakan bahwa masyarakat minta agar pemerintah segera membubarkan Ahmadiyah. Kepada pemerintah, pihaknya minta waktu secepatnya dan jangan berlarut-larut.

“Kami minta Ahmadiyah dibubarkan. Seperti yang dilakukan pemerintah Kota Bogor yang menyegel semua aset Ahmadiyah, kami juga minta pemerintah kabupaten segera menyegel semua aset Ahmadiyah yang ada. Kalau tidak sampai di lapangan, nanti akan terjadi lagi konflik-konflik seperti yang pernah terjadi. Jangan biarkan masyarakat bergerak sendiri,” katanya diamini warga non-Ahmadiyah lainnya.

Sosialisasi yang sedianya dihadiri Kapolda Jabar dan Kajati itu diikuti ratusan warga dari sekitar tujuh kecamatan di wilayah Kabupaten Bogor bagian barat. Di antaranya adalah warga dan tokoh agama dan perwakilan masyarakat dari Kecamatan Cibungbulang, Kecamatan Ciampea, Kecamatan Pamijahan, Kecamatan Leuwiliang, dan Kecamatan Dramaga.

Turut hadir Wakil Direktur Samapta Polda Jabar AKBP E Syarifuddin yang mewakili Kapolda Jabar dan Kasi Sosial Politik (Sospol) Otong Endarahayu. Wadir Samapta menjawab tuntutan warga dengan santai, yakni bertahan dan menunggu instruksi dari Presiden.

“Kita tetap menunggu dari Presiden. Pendekatan sosial seperti ini sudah dilakukan. Pendekatan oleh tokoh MUI juga sudah. Kami sedang melakukan pendekatan dengan jalur politik. Berikan kami kesempatan, jangn biarkan kami mundur lagi,” katanya.

Wadir juga meminta kepada warga untuk menahan diri, terkait keberadaan Ahmadiyah. “Biarlah masalah ini terutama amir-amirnya jadi urusan kami. Kami tidak ingin ada warga yang kembali harus ditahan atas kasus ini. Kami akan kumpulkan data selengkapnya, akan kami buat rekomendasi dan kami laporkan ke Gubernur dan kemudian ke Presiden,” katanya.

Untuk diketahui, satu hari sebelumnya, terjadi kembali aksi pengrusakan terhadap aset milik warga Ahmadiyah di Desa Ciaruteun, tepatnya di Kampung Cimanggu III, RT 1/6, Desa Ciaruteun Udik, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Selasa (5/4) malam sekitar pukul 23:00 WIB.

Terkait terulangnya peristiwa pengrusakan di kampong tersebut, Kapolres Bogor AKBP Heri Santoso membantah adanya kelambanan. “Dalam kejadian ini tidak ada kelambanan. Karena dalam setengah jam, semua petugas sudah tiba. Memang kejadian ini sistemis,” ujarnya.

Kapolres juga menyebutkan terhadap kasus itu belum ada penangkapan. “Belum ada yang jadi tersangka, karena belum ada yang ditangkap. Para pelaku tidak tertangkap karena mereka melarikan diri ke arah pesawahan,” ucapnya.

Dia mengatakan, peristiwa itu mengakibatakan sedikitnya enam rumah milik warga Ahmadiyah rusak. Dan untuk mengantisipasi hal serupa, pihaknya menempatkan personil untuk terus melakukan penjagaan dan pengawasan. (DD/OL-8)
http://www.mediaindonesia.com/read/2011/04/07/216237/284/1/Sosialisasi-Pergub-Larangan-Ahmadiyah-Diwarnai-Protes

Minggu, 27 Februari 2011

Dasar-Dasar Public Speaking

PUBLIC Speaking (PS) dimaknai sebagai berbicara di depan umum, utamanya ceramah atau pidato. Secara luas, PS mencakup semua aktivitas berbicara (komunikasi lisan) di depan orang banyak, termasuk dalam rapat, membawakan acara (jadi MC), presentasi, diskusi, briefing, atau mengajar di kelas.
Presenter TV dan penyair radio termasuk melakukan PS dilihat dari sisi jumlah audience yang banyak (publik), meskipun tidak face to face.
Proses PS meliputi tiga tahap : persiapan dan penyampaian. Pada tahap penyampaian juga terbagi tiga, yakni opening, pembahasan, dan penutupan.
PERSIAPAN
Persiapan PS meliputi persiapan MENTAL, FISIK, dan MATERI.
Persiapan mental meliputi a.l. rileks, kenali ruangan, kenali audience, dan kuasai materi.
Persiapan Fisik a.l. memastikan kondisi badan dan suara fit; wardrobe, tidak memakan keju, mentega, atau minum susu, soda, teh, kopi, sekurang-kurangnya sejam sebelum tampil; lancarkan aliran darah misal dengan menjabat tangan sendiri; serta menjaga agar mulut/tenggorokan tetap basah.
Persiapan Materi a.l. membaca literatur dan menyusun pointer atau outline. Teknis penyampaian materi ada empat pilihan: membaca naskah (Reading from complete text), menggunakan catatan (Using notes), hapalan (memory), dan menggunakan alat bantu visual sebagai catatan (Using Visual Aids as Notes).
PEMBUKAAN
Awali pembicaraan dengan nada rendah dan lambat (Start Low and Slow), jangan mengakui ketidaksiapan atau keterpaksaan dengan apologi (Don’t apologize).
Teknik membuka PS a.l. langsung menyebut pokok persoalan yang akan dibicarakan; mengajukan pertanyaan provokatif, menyatakan kutipan — teori, ungkapan, peristiwa, atau pepatah.
PENYAMPAIAN
Teknik pemaparan materi a.l. deduktif, induktif, dan kronologis. Selama pembicaraan, perhatikan power suara agar tetap audible, jelas, dinamis, dan sebaiknya gunakan action and colourful words.
PENUTUP
Jika materi pembicaraan sudah disampaikan atau waktu sudah habis, langsung tutup, lalu ucapkan salam. Teknik penutup a.l. menyimpulkan, menyatakan kembali gagasan utama dengan kalimat berbeda, mendorong audience untuk bertindak (Appeal for Action), kutipan sajak, kitab suci, pribahasa, atau ucapan ahli, memuji khalayak, dll.
ELEMEN PUBLIC SPEAKING
Elemen PS meliputi (1) Teknik Vokal –intonasi/nada bicara, aksentuasi/stressing pada kata-kata tertentu yang dianggap penting, speed, artikulasi/kejelasan pelafalan kata (pronounciation), dan infleksi – lagu kalimat; (2) Eye Contact –sapukan pandangan ke seluruh audience; (3) Gesture –gerakan tubuh; alami, spontan, wajar, tidak dibuat-buat, penuh, tidak sepotong-sepotong, tidak ragu, sesuai dengan kata-kata, jangan berlebihan, variatif, tidak melalukan gerakan tubuh yang tidak bermakna, seperti memegang kerah baju, mempermainkan mike, meremas-remas jari, dan menggaruk-garuk kepala; dan (4) humor, dengan Use Natural Humor, Don’t try to be a stand up comedian, gunakan hentian (pause) sekadar memberikan kesempatan kepada pendengar untuk tertawa.*

Oleh ASM. Romli
http://pusdai.com/?p=451

Sabtu, 26 Februari 2011

Bogor Peringati Maulid Nabi Dimeriahkan 2.000 Dondang








Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1432 H, akan diselenggarakan tanggal 26 Februari di Kompleks Pemerintahan Kabupaten Bogor dan Insya Allah akan berlangsung sangat meriah. Pasalnya, pada acara ini nantinya akan diadakan parade dondang yang akan diikuti 2.000 peserta dari barbagai unsur lapisan masyarakat. Pernyataan ini disampaikan oleh Ketua Panitia Acara Festival Maulid Nabi Benny Delyuzar dalam acara jumpa pers di ruang VIP B Kompleks Pemda Kabupaten Bogor.
"Acara ini akan kita bikin lebih meriah lagi dari tahun sebelumnya, di mana pada tahun 2010 acara memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW hanya diikuti 1.000 peserta dondang. Maka tahun ini atas permintaan bupati perayaan maulid nabi lebih disemarakkan lagi, walaupun tahun dulu kita sudah mendapatkan rekor MURI," katanya kepada wartawan.
Menurutnya lagi, acara parade 2.000 dondang nanti akan diikuti dari berbagai elemen masyarakat di antara pesertanya dari SKPD, desa atau kelurahan, kecamatan, polsek, koramil, UPTK, UPTD, PKK se-Kabupaten Bogor. Ditambah dari perusahaan, asosiasi pengusaha, lembaga pendidikan, pondok pesantren, ormas Islam dan unsur lainnya se-Kabupaten Bogor. Ketika ditanya masalah keamanan, pihak panitia akan menerjunkan 1.500 personel keamanan. "Di antaranya dari Satpol PP, DLLAJ, TRC, Tagana, Damkar, Polres dan Koramil," ungkap Ketua Panitia yang didampingi Kadiskominfo H Yosep Hermawan dan Kasubag Bintal H A Mardzuki.
Kadiskominfo Kabupaten Bogor Yosep Hermawan menambahkan, festival kali ini mengambil tema "Membangun potensi budaya lokal dan wisata religius untuk menyongsong visit Indonesia tahun 2011".
Terkait dengan pendanaan, Kasubag Bina Mental (Bintal) H A Mardzuki menegaskan, acara tersebut akan menyedot dana yang cukup besar yakni sekitar Rp 1,769 miliar. Dana tersebut digunakan untuk membantu pihak desa atau kelurahan, kecamatan se-Kabupaten Bogor dan SKPD. Masing-masing mendapatkan bantuan dalam rangka membuat dondang sebesar Rp1 juta. Dana tersebut juga dipakai untuk biaya keamanan, kesehatan, hadiah hiburan dan sebagainya. (Edison)
Sumber : Medicom 17/02/2011
http://bogorkab.go.id/v2/index.php?option=com_content&view=article&id=1270:peringati-maulid-nabi-dimeriahkan-2000-dondang&catid=109:gabungan

Rabu, 23 Februari 2011

PEMBINAAN KARYAWAN KEMENAG KAB. BOGOR

Leuwiliang-Untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang andal dan profesional, Kantor Kementerian Agama (Kankemenag) Kabupaten Bogor mengadakan kegiatan Pembinaan Karyawan Terpadu (PKT) Wilayah Leuwiliang, di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Leuwiliang, kemarin.

Kegiatan tersebut dihadiri Kepala Kankemenag Kabupaten Bogor, Kepala Subbagian Tata Usaha, kepala seksi di lingkungan Kankemenag, seluruh karyawan di MAN negeri maupun swasta, serta pegawai KUA yang meliputi wilayah Kecamatan Leuwiliang, Leuwisadeng,Ciampea, Pamijahan, Cibungbulang, Tenjolaya, Dramaga.

Kepala Kankemenag Kabupaten Bogor, Suhendra, menyatakan, kegiatan kali ini juga bisa dijadikan ajang silaturami di antara pegawai. Sehingga, dapat tercipta komunikasi dan jaring aspirasi dari pegawai yang berada di wilayah.

Tak hanya itu, tambah dia, pertemuan ini menjadi media penyampai informasi kegiatan-kegiatan yang dilakukan Kemenag, terutama yang berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi).

 Kankemenag mengatakan, ada lima aspek penting yang menjadi program prioritas Kemenag, baik di pusat maupun daerah. Pertama, peningkatan mutu penyelenggaraan ibadah haji. Kedua, tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Dan ketiga, revitalisasi pendidikan.

"Ketiga aspek ini terus kita tingkatkan. Untuk haji saat ini kita terus perbaiki pelayanannya. Sedangkan, untuk tatakelola pemerintahan yang baik Kemenag terus mengubah citranya dengan mengejar tingkat wajar tanpa pengecualian (WTP) pada tahun ini," bebernya.

Aspek keempat yakni peningkatan kualitas kehidupan beragama. Sedangkan yang kelima adalah pembinaan kerukunan umat beragama.

"Untuk dua aspek ini, saya berharap pegawai Kankemenag lebih peka terhadap gejala-gejala sosial keagamaan agar tak ada disintegrasi di masyarakat," pungkasnya.

Selasa, 08 Februari 2011

Pemerintah Minta SKB Ahmadiyah Dipatuhi

Minggu, 6 Februari 2011 - 21:46 wib
Rizka Diputra - Okezone
Djoko Suyanto (Foto: Koran Sindo)
JAKARTA - Pemerintah mengelurkan tujuh butir keputusan terkait penyerangan warga Ahmadiyah di Kampung Pendeuy, Desa Umbulan, Cikesik, Pandeglang, Banten, siang tadi.

Tujuh butir keputusan itu disampaikan Menko Polhukam Djoko Suyanto usai rapat terbatas di kantornya, Minggu (6/2/2011).

Berikut hasil rapat yang disampaikan Menko Polhukam:

1. Pemerintah mengecam dengan keras setiap tindakan oleh siapapun sesama warga negara Indonesia yang melakukan tindak kekerasan dan anarkis serta melanggar hukum, apapun alasan yang melatarbelakangi.

2. Kepada Polri agar segera mencari dan mengungkap tindakan kekerasan yang mengakibatkan korban jiwa tiga orang dan luka enam orang.

3. Kepada semua pihak, Ahmadiyah dan masyarakat lain, harus tetap menaati kesepakatan bersama yang dibuat pada 14 Januari 2008 (ada 12 butir kesepakatan dan keputusan bersama Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Mendagri).

4. Kepada warga Ahmadiyah agar memahami mengikuti dan menaati kesepakatan bersama tanggal 14 Januari 2008 serta keputusan bersama tahun 2008. Kepada warga lain diminta untuk tidak melakukan tindakan kekerasan terhadap warga Ahmadiyah. Apabila ada perselisihan harus disalurkan dan diselesaikan melalui Tim Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat atau Pakem yang ada di setiap daerah, yang diketuai kejaksaan.

5. Kepada Menteri Agama, Mendagri, dan Jaksa Agung segera melakukan evaluasi mendasar terhadap setiap permasalahan Ahmadiyah, agar tidak terjadi kasus serupa.

6. Aparat pusat maupun daerah diminta melakukan deteksi dini terhadap setiap indikasi yang dikhawatirkan timbulkan kerusuhan dan melaporkan ke aparat keamanan.

7. Terakhir, mengimbau tokoh agama dan masyarakat untuk membantu mewujudkan iklim sosial yang tenang.
(lam)

Kamis, 27 Januari 2011


10 Adab Agar Doa Dikabulkan

dakwatuna.com – Ramadhan adalah syahrud du’aa’ –bulan berdoa-. Sehingga rangkaian ayat-ayat shaum yang panjang itu, disisipi seruan untuk berdoa. Allah swt. berfirman:
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (QS. Al-Baqarah: 186)
Pengalihan seruan dari orang-orang beriman terkait dengan hukum-hukum shaum, beralih pada seruan untuk Rasulullah saw. agar beliau mengajarkan dan mengingatkan orang-orang beriman, apa-apa yang mesti mereka perhatikan dalam pelaksanaan ibadah, baik berupa ketaatan maupun sikap ikhlas, juga bersimpuh hanya kepada-Nya dengan doa, doa yang mengantarkan mereka pada petunjuk dan jalan kebaikan. Ini menunjukkan betapa pentingnya ibadah doa. Bahkan ada tiga kelompok yang doanya tidak akan tertolak:
“ثلاثة لا ترد دعوتهم: الصائم حتى يفطر، والإمام العادل، ودعوة المظلوم يرفعها الله فوق الغمام وتفتح لها أبواب السماء ويقول الرب: وعزتي وجلالي لأنصرنك ولو بعد حين ” (رواه أحمد والترمذي)
“Tiga kelompok yang tidak akan ditolak do’anya: Orang yang berpuasa sampai ia berbuka. Pemimpin yang adil. Dan do’a orang yang teraniaya. Allah menyibak awan dan membuka pintu-pintu langit seraya berfirman: “Demi kemulian-Ku dan keagungan-Ku, pasti Aku tolong kamu, walau setelah beberapa waktu.” Ahmad dan At Tirmidzi
Doa adalah perwujudan rasa cinta seorang hamba kepada Allah swt., sekaligus pengakuan akan kebutuhan dan pertolongan-Nya. Hakikat doa sebenarnya juga meminta kekuatan dan kesanggupan dari Allah swt. Dalam doa ada makna memuji Allah swt., ada pengakuan bahwa Allah Maha Mulia lagi Maha Pemurah. Itu semua menjadi ciri pengabdian dan penghambaan. Rasulullah saw. bersabda:
من لم يسأل الله يغضب عليه
“Barangsiapa yang tidak meminta kepada Allah, Allah marah padanya.” Beliau juga bersabda:
“أفضل العبادة الدعاء“.
“Sebaik-baik ibadah adalah doa”
Diriwayatkan dari Nu’man bin Basyir dari Nabi saw. bersabda: “Doa adalah ibadah. Dan Tuhan Kalian menyeru: Berdoalah kalian kepada-Ku, Pasti Aku kabulkan doa kalian.” Rasulullah saw. juga bersabda: “Sesungguhnya orang yang paling bakhil di antara manusia adalah orang yang pelit salam. Dan selemah-selemah manusia adalah orang yang tidak mau berdoa.”
Dari Salman berkata, Rasulullah saw. bersabda:
(لا يرد القضاء إلا الدعاء ولا يزيد في العمر إلا البر(
“Putusan atau qadha’ Allah tidak bisa ditolak kecuali dengan doa. Dan sesuatu tidak akan menambah umur kecuali kebaikan atau al-birr.”
Diriwayatkan dari imam Ahmad, Bazzar dan Abu Ya’la dengan sanad jayyid, dari Abu Said bahwa Nabi saw. bersabda:
عن أبي سعيد أن النبي -صلى الله عليه وسلم- قال: “ما من مسلم يدعو بدعوة ليس فيها إثم ولا قطيعة رحم إلا أعطاه الله بها إحدى ثلاث إما أن تعجل له دعوته وإما أن يدخرها له في الآخرة وإما أن يصرف عنه من السوء مثلها”. قالوا: إذا نكثر. قال: “الله أكثر”.
“Tiada setiap muslim berdoa dengan suatu doa, dalam doa itu tidak ada unsur dosa dan memutus tali silaturahim, kecuali Allah pasti memberikan kepadanya salah satu dari tiga hal; adakalanya disegerakan doanya baginya, adakalanya disimpan untunya diakhirat kelak, dan adakalanya dirinya dihindarkan dari keburukan.” Para sahabat bertanya: “Jika kami memperbanyak doa?” Rasulullah saw. bersabda: “Allah lebih banyak (mengabulkan doa).”
Rasulullah saw. bersabda: “Tiada di atas permukaan bumi seorang muslim yang berdoa kepada Allah dengan suatu doa kecuali Allah akan mendatangkan kepadanya apa yang ia pinta, atau Allah palingkan darinya keburukan. Ketika ia tidak berbuat dosa atau sedang memutus hubungan silaturahim.” Rasulullah saw. juga bersabda dalam hadits Qudsi, Allah swt. berfirman:
وقال رسول الله -صلى الله عليه وسلم-: “إن الله يقول: أنا عند ظن عبدي بي وأنا معه إذا دعاني”.
“Aku tergantung persangkaan hamba-Ku kepada-Ku. Aku bersamanya ketika ia berdoa kepada-Ku.”
Adab Berdoa
Pertama, Memakan makanan dan memakai pakaian dari yang halal. Dari Abu Hurairah ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Seorang laki-laki yang lusuh lagi kumal karena lama bepergian mengangkat kedua tanganya ke langit tinggi-tinggi dan berdoa : Ya Rabbi, ya Rabbi, sementara makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan dagingnya tumbuh dari yang haram, maka bagaimana doanya bisa terkabulkan.?” Imam Muslim
Kedua, Hendaknya memilih waktu dan keadaan yang utama, seperti:
1. tengah malam, Rasulullah saw. bersabda:
: قال صلى الله عليه وسلم: “أقرب ما يكون الرب من العبد في جوف الليل الآخر فإن استطعت أن تكون ممن يذكر الله في تلك الساعة فكن”.
“Keadaan yang paling dekan antara Tuhan dan hambanya adalah di waktu tengah malam akhir. Jika kamu mampu menjadi bagian yang berdzikir kepada Allah, maka kerjakanlah pada waktu itu.”
Dari Jabir berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya bagian dari malam ada waktu yang apabila seorang hamba muslim meminta kebaikan kepada Allah dan sesuai dengan waktu itu, pasti Allah mengabulkannya.” Imam Ahmad menambah: “Itu terjadi di setiap malam.”
2. saat sujud. Rasulullah saw. bersabda: “Dan adapun ketika sujud, maka bersungguh-sungguhlah kalian berdoa, niscaya akan diijabahi doa kalian.”
3. ketika adzan. Rasulullah saw. bersabda: “Ketika seorang muadzin mengumandangkan adzan, maka pintu-pintu langit dibuka, dan doa diistijabah.”
4. antara adzan dan iqamat. Rasulullah saw. bersabda: “Doa antara adzan dan iqamat mustajab, maka berdoalah.”
5. ketika bertemu musuh. Dari Sahl bin Saad, dari Nabi saw. bersabda: “Dua keadaan yang tidak tertolak atau sedikit sekali tertotak; doa ketika adzan dan doa ketika berkecamuk perang.”
6. ketika hujan turun. Dari Sahl bin Saad dari Nabi saw. bersabda: “Dan ketika hujan turun.”
7. potongan waktu akhir di hari Jum’at. Rasulullah saw. bersabda: “Hari Jum’at 12 jam tiadalah seorang muslim yang meminta kepada Allah sesuatu, kecuali pasti Allah akan memberinya. Maka carilah waktu itu di akhir waktu bakda shalat Ashar.”
8. doa seseorang untuk saudaranya tanpa sepengetahuan saudaranya. Dalam riwayat Imam Muslim dari Abu Darda’ berkata: “Rasulullah saw. bersabda: “Tiada seorang muslim yang berdoa bagi saudaranya tanpa sepengetahuan saudaranya itu, kecuali Malaikat berkata, bagimu seperti apa yang kamu doakan untuk saudaramu.” Dalam kesempatan yang lain Rasulullah saw. bersabda: “Doa seorang al-akh bagi saudaranya tanpa sepengetahuan dirinya tidak tertolak.”
9. hendaknya ketika tidur dalam kondisi dzikir, kemudian ketika bangun malam berdoa. Dari Muadz bin Jabal dari Nabi saw. bersabda: “Tiada seorang muslim yang tidur dalam keadaan dzikir dan bersuci, kemudian ketika ia bangun di tengah malam, ia meminta kepada Allah suatu kebaikan dunia dan akhirat, kecuali Allah pasti mengabulkannya.”
Ketiga, Berdoa menghadap kiblat dan mengangkat doa tangan.
Dari Salman Al-Farisi berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah Maha Hidup lagi Maha Pemurah. Dia malu jika ada seseorang yang mengangkat kedua tangannya berdoa kepada-Nya, Dia tidak menerima doanya, nol tanpa hasil.”
Keempat, Dengan suara lirih, tidak keras dan tidak terlalu pelan.
Rasulullah saw. bersabda: “Wahai manusia, sesungguhnya Dzat yang kalian berdoa kepada-Nya tidak tuli dan juga tidak tidak ada / gaib.”
Kelima, Tidak melampaui batas dalam berdoa.
Allah swt. berfirman: “Berdoalah kepada Tuhan kalian dengan penuh rendah diri dan takut (tidak dikabulkan). Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang yang melampaui batas.” Al-A’raf:55. Contoh melampai batas dalam berdoa adalah minta disegerakan adzab, atau doa dalam hal dosa dan memutus silaturahim dll.
Keenam, Rendah diri dan khusyu’. Allah swt. berfirman:
“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” Al-Araf:55. Allah swt. berfirman dalam surat Al-Anbiya’:90:
“Maka Kami memperkenankan doanya, dan Kami anugerahkan kepadanya Yahya dan Kami jadikan isterinya dapat mengandung. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami.”
Ketujuh, Sadar ketika berdoa, yakin akan dikabulkan dan benar dalam pengharapan.
عن أبى هريرة قال: قال رسول الله -صلى الله عليه وسلم-: “ادعوا الله وأنتم موقنون بالإجابة واعلموا أن الله لا يستجيب دعاء من قلب غافل لاه”،
Dari Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Berdoalah kepada Allah, sedangkan kalian yakin akan dikabulkan doa kalian. Ketahuilah bahwa Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai.” Imam Ahmad
Rasulullah saw. juga bersabda: “Jika salah satu di antara kalian berdoa, maka jangan berkata: “Ya Allah ampuni saya jika Engkau berkenan. Akan tetapi hendaknya bersungguh-sungguh dalam meminta, dan menunjukkan kebutuhan.”
Sufyan bin ‘Uyainah berkata: “Janganlah salah seorang dari kalian menahan doa apa yang diketahui oleh hatinya (dikabulkan), karena Allah swt. mengabulkan doa makhluk terkutuk, iblis laknatullah alaih. Allah swt. berfirman: “Berkata iblis: “Ya Tuhanku, (kalau begitu) maka beri tangguhlah kepadaku sampai hari (manusia) dibangkitkan. Allah berfirman: “(Kalau begitu) maka sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang diberi tangguh.” Al-Hijr:36-37
Kedelapan, Hendaknya ketika berdoa memelas, menganggap besar apa yang didoakan dan diulang tiga kali.
Ibnu Mas’ud bekata: “Adalah Rasulullah saw. jika berdoa, berdoa tiga kali. Dan ketika meminta, meminta tiga kali. Rasulullah saw. bersabda: “Jika salah satu di antara kalian meminta, maka perbanyaklah atau ulangilah, karena ia sedang meminta kepada Tuhannya.”
Kesembilan, Hendaknya ketika berdoa dimulai dengan dzikir kepada Allah dan memujinya dan agar mengakhirinya dengan shalawat atas nabi saw.
Kesepuluh, Taubat dan mengembalikan hak orang yang dizhalimi, menghadap Allah dengan ringan.
Dari Umar bin Khattab ra. berkata: “Sesungguhnya saya tidak memikul beban ijabah, akan tetapi memikul doa, maka ketika saya telah berupaya dalam doa, maka ijabah atau dikabulkan akan bersamanya.”
Ia melanjutkan: “Dengan sikap hati-hati dari apa yang diharamkan Allah swt. Allah akan mengabulkan doa dan tasbih.”
Dari Abdullah bin Mas’ud ra berkata: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengabulkan kecuali orang yang sadar dalam berdoa. Sesungguhnya Allah tidak mengabulkan dari orang yang mendengar, melihat, main-main, sendau-gurau, kecuali orang yang berdoa dengan penuh keyakinan dan kemantapan hati.”
Dari Abu Darda’ berkata: “Mintalah kepada Allah pada hari di mana kamu merasa senang. Karena boleh jadi Allah mengabulkan permintaanmu di saat susah.” Dia juga berkata: “Bersungguhlah dalam berdoa, karena siapa yang memperbanyak mengetok pintu, ia yang akan masuk.”
Dari Hudzaifah berkata: “Akan datang suatu zaman, tidak akan selamat pada zaman itu, kecuali orang yang berdoa dengan doa seperti orang yang akan tenggelam.”
Menghindari kesalahan dalam berdoa
Ada beberapa praktek doa yang disebagian umat muslim masih terus berlangsung, padahal itu menjadi penghalang doa dikabulkan. Di antaranya adalah:
Pertama, Berdoa untuk keburukan keluarga, harta dan jiwa.
Dari Jabir ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Janganlah kalian berdoa untuk kemadharatan diri kalian, dan jangan berdoa untuk keburukan anak-anak kalian. Jangan berdoa bagi keburukan harta-harta kalian. Janganlah kalian meminta kepada Allah di satu waktu yang diijabah Allah, padahal doa kalian membawa keburukan bagi kalian.” Imam Muslim
Kedua, Terlalu keras dalam berdoa. Allah berfirman:
“Katakanlah: “Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai Al-Asmaaul Husna (nama-nama yang terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu (doamu) dan janganlah pula merendahkannya. Dan carilah jalan tengah di antara kedua itu.” Al-Isra’:110
Ketiga, Melampau batas. Seperti berdoa agar disegerakan adzab, doa dengan dicampuri dosa dan memutus tali silaturahim.
Keempat, Berdoa dengan pengecualian. Contoh: “Ya Allah, ampuni saya jika Engkau berkenan.”
Kelima, Tergesa-gesa. Dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Akan diijabahi doa kalian, jika tidak tergesa-gesa. Sungguh kamu telah berdoa, maka atau kenapa tidak diijabahi?” Imam Bukhari
Demikian, uraian singkat tentang keutamaan doa di bulan Ramadhan, adab berdoa, waktu-waktu yang istijabah, dan hal-hal yang harus dihindari ketika berdoa. Semoga kesungguhan doa kita, terutama di bulan suci ini didengar Allah swt., Amin. Allahu a’lam.